Sebuah bangunan mesjid tua berdiri dikampung koto ulakan, tapakis. kawasan ini berada dalam pemerintahan kabupaten padang pariaman, sumatera barat.
berdiri semenjak tahun 1690 M. dibangun oleh seorang ulama besar yang sangat berjasa mengembangkan agama islam di ranah minang yaitu syekh burhanudin dan para pengikutnya. Mesjid ini banyak menyimpan sejarah penting tentang perubahan sosial menyeluruh yang pernah terjadi di ranah minangkabau, dimana perubahan itu akhirnya menjadi suatu atap yang dibawahnya bernaung undang- undang pemerintahan dan adat istiadat minangkabau yang murni, yaitu adat yang bersandikan syara, syara bersandikan kitabullah.
Sesuai dengan nama orang yang mendirikannya, mesjid ini dinamakan mesjid syekh burhanudin. Mulanya Bentuk bangunan mesjid ini sangatlah sederhana terbuat dari kayu yang hanya berukuran 15x15 M. Dalam catatan sejarah, mesjid ini di pugar atau diperbaiki untuk pertamakalinya oleh syekh burhanudin II pada tahun 1760 M kemudian di lanjutkan oleh syekh tibarau dan syekh surau gadang tanjung medan pa- da tahun yang sama. Sekarang mesjid ini sudah berukuran 40x40 M dengan teras 3x40 M. 3 sisi, barat, selatan dan timur.
BOY PASKAND/PENULIS |
Di mesjid inilah awalnya syekh burhanudin mengajarkan agama islam pa da pengikutnya hingga akhirnya berkembang di seantero ranah minang. Mesjid ini juga berfungsi sebagai pusat komonikasi antar masyarakat minangkabau yang sudah menge- nal demokrasi semenjak lama.
___________***____________
Sejarah awal kedatangan islam
keranah minangkabau:
keranah minangkabau:
Sejarah awal perkembangan islam di sumatera barat berawal dari daerah pantai ulakan, pariaman. Walaupun ada beberapa orang yang sudah menganut agama is- lam sebelumnya, akan tetapi jumlahnya tak banyak dan tak berkembang dikarenakan pa- da saat itu masyarakat minangkabau begitu taat dengan agama budha yang mereka percayai. Hingga hadirnya seorang ulama yang bernama syech burhanudin. Awalnya beliau mengembangkan islam disekitar pariaman hingga akhirnya berpengaruh sampai keseluruh negeri-negeri yang diperintah kerajaan alam pagaruyung dan daerah-daerah rantau nya, sehingga ada pepatah minang yang mengatakan 'adat manurun', syara mendaki'. Syara' datang dari ulakan pariaman yang daratannya rendah, sedangkan adat menyebar dari pagaruyung tanah datar yang datarannya lebih tinggi. Bahkan setelah agama islam menyebar di seluruh kerajaan alam minangkabau, maka di aturlah undang-undang adat dan pemerintahan minangkabau yang berlandaskan hukum-hukum islam. Segala unsur-unsur adat maupun tradisi yang berlawanan dengan hukum-hukum islam dihapuskan dari undang-undang pemerintahan adat. Semenjak itu lahirlah sebuah aturan adat yang harus dijadikan pedoman bagi segenap masyarakat minangkabau yang di bawah pemerintahan pagaruyung, yakni adat bersandikan syara', syara' ber-sandikan kitabullah'. Seperti yang di tuliskan dengan pantun dalam tambo alam minangkabau:
''simuncak mati tarambau
karimbo mambawo ladiang
luko paho kaduonyo.
Adat jo syara' diminang kabau
bak aue nan jok tabiang
sanda manyanda kaduonyo”
Isi pantun tersebut adalah, adat dan syara diminang kabau seperti aur deng- an tebing, keduanya saling menopang. Pantun itu menceritakan tentang adat dan agama islam seiring sejalan, tak bisa dipi-sahkan dari kehidupan masyarakat minangkabau.
____________****____________
Syekh burhanudin:
Syekh burhanudin adalah seorang ulama yang sangat berjasa dalam meng- embangkan agama islam di minangkabau. Ia dilahirkan di guguak sikaladi pariangan,pa- dang panjang. Ketika kecil ia bernama pono, ayahnya bernama pampak sakti yang bergelar karimun merah, dan ibunya bernama cukup bilang pandai. Menurut beberapa riwayat, kedua orang tuanya memeluk agama budha.
Telah menjadi tradisi dan kebiasaan bagi masyarakat minangkabau sejak dulunya pergi merantau, untuk mengajarkan jiwa agar mandiri dan mencari pengalaman hidup maupun rezki di negeri orang, yang akhirnya dimasa depan hasil yang didapat- kan selama merantau itu akan dipergunakan juga untuk pembangunan dan kese-jahteraan kampung halaman sendiri. seperti pepatah minangkabau yang tertuangkan dalam pantun:
''karatau madang dihulu,
berbuah berbunga belum.
Merantau bujang dahulu,
di kampung berguna belum.”
Begitu juga halnya pono, ketika mulai dewasa iapun berniat untuk me- rantau meninggalkan kampung halamannya buat sementara. Pertama ia pergi ke daerah tapakis dekat pantai ulakan. Disana ia bertemu dengan syekh yahyudin yang bergelar syekh madinah. Karna ketertarikannya dengan ajaran islam yang pada waktu itu sangat jarang di pahami masyarakat minang, akhirnya pono memeluk agama islam dan belajar pada syekh madinah.
Selang beberapa tahun kemudian, pono merantau ke aceh. Tak ada cata- tan sejarah yang detil menceritakan tentang tahun berapa kepergiannya ke aceh ini. Yang hanya di ketahui, di aceh ia ber-temu dengan seorang ulama besar aceh yang bernama syekh ab dur rauf bin ali al fansuri al jawi assingkili atau syah kuala. Selain ulama, beliau adalah mufti raja iskandar muda. Pada beliaulah pono belajar ilmu tarekat dan politik kenegaraan selama 15 tahun.
Setelah sang guru menganggap pono telah menguasai ilmu agama dan kenegaraan dengan baik, maka ia pun menugaskan pono untuk mengembangkan agama islam di tanah kelahirannya, minang-kabau. Dengan nama baru syekh burhanudin, beliau menyebarkan agama islam tarekat syattariyah di setiap pelosok negeri minangkabau. Dengan kepribadiannya yang sopan dan ramah, banyak masyarakat minangkabau yg tertarik dan datang untuk belajar agama islam ke-padanya.
Bahkan, berkat kepiawaiannya di bidang politik kenegaraan yang di tuntutnya pada syekh abdur rauf, syeikh burhanudin mencapai kesepakatan dengan pemim pin kerajaan pagaruyung. Kesepa-katan itu adalah tentang hukum adat dan hukum agama agar sama-sama dipakai sebagai pedoman hidup masyarakat minang. Kesepakatan itu di buat dibukit marapalam antara para tokoh adat dan kerajaan minangkabau. Sempat terjadi pergolakkan saat itu, akan tetapi dikarenakan pendekatan syeikh burhanudin yang halus dan sopan, maka terjadilah kesepakatan itu pada tahun 1668. setelah dipertim-bangkan oleh pembesar-pembesar kerajaan pagaruyung, akhirnya islam diterima sebagai agama kerajaan. Adat bersandi syar'a, syar'a bersandikan kitabullah' dijadikan pedoman hidup masyarakat minangkabau diseluruh negeri kekuasaan pagaruyung yang pada masa itu wilayah kekua-saannya tak hanya di seluruh sumatera barat, tapi meliputi daerah rantaunya seprti riau, jambi dan bahkan negeri sembilan malaysia. Sebuah nilai baru telah muncul diminang kabau, yang akhinya menjadi fundamen yang begitu kokoh, yaitu agama islam.
Maka setelah islam di sahkan sebagai agama resmi kerajaan, maka di-bentuklah susunan kabinet kerajaan yang baru di pagaruyung, yang mana wakil dari kaum ulama memeliki satu kursi pemerintahan dari tiga kursi yang di sediakan, yang di namakan kedudukan rajo tigo selo. Yang dimaksud rajo tigo selo adalah sebagai berikut, rajo alam, adalah raja pemerintahan pusat. Rajo ibadat, adalah wakil raja untuk bidang masalah agama islam, dan rajo adat, adalah wakil raja yang menangani masalah adat dan istiadat minang kabau. Mereka bertiga juga diberi gelar, tigo sapilin sajarangan.
Syekh burhanudin sangat berjasa dalam mengembangkan agama islam di sumatera barat. Ia meninggal dunia pada tanggal 10 syafar dan dimakamkan ditapakis, ulakan, tak jauh dari daratan pantai. Untuk mengenang beliau, setiap tanggal 10 syafar banyak para pengikut dan masyarakat umum mengadakan ritual ke agamaan di lokasi makamnya. Mereka tak hanya datang dari berbagai kota di sumatera barat, bahkan ada juga yang datang dari jambi, pekanbaru, sumatera utara dan daerah lainnya.
_________________****__________________
Sekilas tentang sumpah sati bukit marapalam:
Sumpah sati bukit marapalam atau yang di sebut masyarakat minangka- bau dengan bai'ah marapalam, adalah sebuah kesepakatan antara pihak yang di pertuan kerajaan pagarruyung dengan para ulama di tanah minang. kesepakatan itu ialah di setu- juinya agama islam sebagai agama besar masyarakat kerajaan pagarruyung, baik untuk daerah pusat maupun daerah rantaunya yang luas. Pada pertemuan yang di adakan di bu- kit marapalam, puncak pato, lintau itu juga di dapati kesepakatan tentang pengaturan un- dang-undang adat yang disatukan dengan undang-undang syariat islam, hingga lahirnya falsafah yang dijadikan pedoman hidup masyarakat minangkabau hingga sekarang, 'adat bersandi syara, syara bersandikan kitabullah'.
Persis seperti buku yang di tulis oleh IR.mangaraja onggang parlin-dungan tentang tuanku rao di tahun 1969 yang mengatakan tuanku rao adalah keturunan singa mangaraja dan menuai kritikan dari masyarakat dan pengamat sejarah itu, begitu juga dengan sumpah sati bukit marapalam. Ada perbedaan pendapat perihal tentang kapan persisnya kesepakatan itu terjadi. Ada yang menyebutkan ketika masa perang paderi, namun ada juga yang berpendapat ketika periode islam aliran syattariyah yang di bawa syekh burhanudin berkembang di sumatera barat.
Hal itu dikarenakan tidak adanya bukti-bukti tertulis yang di temukan tentang tahun pencetusan peristiwa bersejarah itu, baik yang bersumber dari masyarakat maupun dari catatan orang-orang belanda. Akan tetapi dapat di ketahui, sumpah sati bu- kit marapalam bukan untuk menyatukan adat dan ajaran islam akan tetapi saling meleng-kapi. Ada yang mengatakan konsesus pertama antara kaum adat dan ulama berbunyi: 'adat bersandi syara, syara bersandikan adat', akan tetapi karena kurang relevan kemu-dian di robah menjadi, 'adat bersandi syara, syara bersandikan kitabullah'.
Akan tetapi bukti-bukti tertulis lebih memberatkan kepada masyarakat yang yakin kalau moment itu terjadi ketika masa syekh burhanudin menyebarkan islam di tengah-tengah kuatnya pengaruh adat di alam minangkabau. Sumpah sati bukit marapalam itu adalah sebuah kesepakatan syekh burhanudin dengan pihak kerajaan pagarruyung untuk menjadikan islam sebagai Agama dan pedoman hidup orang yang ber-adat.
Menurut sebagian masyarakat ,Jauh sebelum kaum paderi menyerang istana pagarruyung, tercatat tahun 1411 M raja pagarruyung ke empat yang bernama dewang pandan sutowono (keponakan ke dua dari adityawarman) dan permaisurinya sudah memeluk agama islam. mereka berguru kepada syekh magribi atau yang di kenal dengan nama syekh maulana malik ibrahim. Di sebutkan pada masa itu sudah terjadi penyesuaian antara adat dan islam di minangkabau. Hal senada juga di sebutkan oleh L.C. Westenenk dalam karyanya yang berjudul opstellen over minangkabau, menurutnya ketika masa adat menanti syara mendaki telah ada upacara ritual pada dua buah batu di pincuran tujuh di batang sinamar, kumanih. Salah satu batu itu di namakan 'batu palimauan', di sanalah tempat raja ibadat di sucikan dengan limau (jeruk) sebelum mengucapkan dua kalimat sahadat. Batu yang kedua dinamakan 'batu pa islaman', di atas batu itu lah syekh ibrahim melakukan khitanan kepada mereka yang ikhlas menerima agama islam sebagai keyakinannya. Akan tetapi pada kala itu kebudayaan hindu-budha masih akrab dan merekat kental di alam minangkabau.
Kemudian setelah syekh burhanudin kembali dari aceh, beliau menye- barkan agama islam mula-mula di ulakan tapakis, pariaman. Tak lama kemudian beliau juga mendirikan pondok pesantren tradisional di kapeh-kapeh pandai sikek, padang pan-jang. Anak murid beliau banyak yang berdatangan dari luhak nan tigo dan daerah-daerah lainnya di kawasan sumatera barat bagian timur dan selatan. Beliau berusaha keras me- murnikan ajaran islam dan melepaskannya dari kebudayaan hindu-budha, seperti minum tuak, sabung ayam, atau bertapa di tempat-tempat keramat.
Ia pun berhasil memperngaruhi kerajaan pagarruyung. Komitmennya untuk memurnikan ajaran islam akhirnya bisa di terima oleh masyarakat minangkabau dengan di deklarasikannya sumpah sati bukit marapalam antara pihak kerajaan pagarru-yung dan syekh burhanudin. Karna keberhasilannya itu lah beliau di kenal sebagai ula- ma besar di minangkabau.
__________________****_________________
Setelah kepergian ulama besar;
Meskipun agama islam sudah berkembang dan diakui sebagai agama ke- rajaan pagaruyung yang sah, akan tetapi masih ada juga yang belum memahami dan me- njadikan islam sebagai pedoman dalam kehidupannya sehari- hari ditengah-tengah mas- yarakat, meskipun secara pribadi mereka mengakui agamanya muslim. Dan diantara me- reka ada juga yang sebenarnya keberatan menerima islam sebagai agama keyakinannya, akan tetapi dikarenakan islam sudah ditetapkan sebagai agama masyarakat minang, akh- irnya dengan terpaksa ia menjadi muslim, akan tetapi segala ketentuan dan persyaratan sebagai seorang muslim tak pernah ia tunaikan, baik secara jasmani maupun rohani. Dan kelak setelah syekh burhanudin wafat, orang-orang seperti ini banyak yang terang-tera- ngan menentang undang-undang agama islam yang menurut mereka terlalu mengekang kebebasannya. Merekapun kembali hidup seperti pada zaman jahiliah, meskipun ia ma - sih mengaku beragama islam. Disaat-saat seperti ini lah lahir para tokoh-tokoh ulama yang sedikit beraliran radikal, terpengaruh dengan arus gerakkan wahabi yang terjadi di timur tengah.
Mendengar nama tuanku nan renceh, pasti kita mengingat sebuah perang yang pernah berkobar di sumatera barat, yaitu perang pederi. Beliau adalah salah seorang panglima paderi yang paling militan dan di takuti. Riwayat masa mudanya tak banyak diketahui oleh pakar-pakar sejarah nasional. Meskipun tak ada catatan historis tentang riwayat kehidupannya, namun bersumberkan cerita-cerita masyarakat dan kutipan dari berbagai buku sejarah, di ketahui beliau lahir di kamang ilia, luhak agam.
Beliau adalah murid seorang ulama besar dan berpengaruh di koto tuo, ampat angkat, yakni tuanku nan tuo, ulama ini juga adalah murid syekh burhanudin ulakkan, tapakis, pariaman. Tuanku nan rencehpun sempat dikirim gurunya ke ulakan bersama putra tuanku nan tuo sendiri yang bergelar fakih saghir untuk memperdalam ilmu agamanya disana. Ia, fakih saghir dan tuanku rao rutin menyebarkan agama islam dengan jalan dakwah selama empat tahun, hingga kembalinya haji miskin pulang dari mekah pada tahun 1803.
haji miskin adalah pencetus gerakan paderi di sumatera barat. Menurut mangaraja onggang parlindungan, dalam bukunya tentang tuanku rao yang penuh kontroversi itu, haji miskin ketika belajar di al-azhar, pernah ikut latihan militer bersama pasukan turki. Sebagai seorang perantau yang belajar di negeri orang, ia bersama dua orang sahabatnya yang juga pelajar dari minangkabau yaitu, haji piobang dan haji sumanik terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan biaya pendidi- kannya.
Mereka bertiga dipimpin langsung oleh jendral muhammad ali pasha di tahun 1798, ketika menang menghadapi tentara napoleon bonaparte dipertempuran pyramids yang terkenal itu. Semenjak saat itu, ketiga pemuda minangkabau itu dikenal di dunia tempur padang pasir. Pangkat mereka dinaikkan oleh muhammad ali pasha. Dari captain, haji piobang dinaikan pangkat menjabat colonel cavalry, haji sumanik menjadi mayor artilery, dan haji miskin berjabatan perwira hermit.
Di tahun 1803, mereka kembali ketanah air, menuju minangkabau tanah
kelahiran mereka. Masih dalam buku kontraversinya mangaraja onggang parlindungan, kepulangan mereka kali ini tak hanya bertiga, akan tetapi juga bersama seorang ulama dari sulu philipina bernama haji datuk onn atas saran abdullah ibnu saud yang beraliran wahabi yang pada zaman itu berkuasa di arab saudi. Kepulangan mereka dengan tekad memurnikan ajaran islam dan mengusir penjajah di tanah kelahiran mereka (spanyol di philipina, belanda di indonesia.)
kedatangan mereka disambut oleh para ulama di minangkabau. Gerakan paderi yang yang dicetuskan oleh haji miskin, diterima dan disetujui oleh beberapa ulama besar minangkabau, termasuk tuanku nan renceh. Mula-mulanya gerakan ini hanya mengembangkan islam dengan jalan dakwah, dan angkat senjata hanya buat para penjajah yang notabene beda agama. akan tetapi dikarenakan terpengaruh dengan cerita haji miskin ketika di jazirah arab dulu, sikap tuanku nan renceh berubah sedikit radikal dan militan, hal itu agak bersebrangan dengan tuanku nan tuo, guru tuanku nan renceh sendiri yang lebih menekankan penyebaran islam dengan jalan dakwah.
______________****__________________
kontroversi jati diri dan perjuangan
tuanku rao:
tuanku rao:
Dalam catatan sejarah yang di tuliskan oleh penulis dan pakar sejarah indonesia, terjadi kesimpang siuran pendapat dalam perjuangan kaum paderi, terutama tentang jati diri dan perjuangan tiga orang panglima pasukan paderi yang melegenda itu, yaitu tuangku rao, tuangku nan renceh dan tuangku tambunsai. Terjadinya perbedaan pendapat tentang tiga orang panglima perang paderi ini dikarenakan sedikitnya catatan sejarah yang bisa dijadikan bukti-bukti sejarah. Kebanyakan catatan sejarah hanya merujuk dan bersumber pada cerita masyarakat dan catatan penulis belan-da yang berbeda-beda pendapat.
Buku sejarah perang paderi yang paling banyak menuai pro dan kontra adalah karya mangaraja onggang parlindungan, yang diberi judul 'tuangku rao, teror agama islam mazhab hambali di tanah batak, 1816-1833', yang diterbitkan pertama kali tahun 1964.
buku ini banyak menuai kritik dari masyarakat minangkabau, maupun pa- ra ahli sejarah nasional, dikarenakan dalam buku itu penulis meriwayatkan tentang pem- bantaian yang dilakukan pasukan paderi dibawah pimpinan tuangku rao ketika menyer- bu tanah batak, sebelumnya tak ada dalam catatan sejarah nasional tentang hal ini. Setelah buku itu beredar, Dunia sejarah indonesia sedikit kebingungan, sebab tak ada bahan fakta untuk menyanggah, dan tak ada catatan detil untuk di jadi alasan agar menyetujuinya.
IR.mangaraja onggang parlindungan menegaskan di bukunya, tuangku rao bukanlah asli berdarah minangkabau, ia adalah putra gana boru sinambela, putri singa mangaraja IX, hasil hubungan gelapnya dengan pamannya sendiri (maaf) yang berna-ma gindoporang sinambela, adik dari singamangaraja X. kehamilan gana boru sinam-bela diketahui ayahnya yang akhirnya marah besar, kemudian gana boru sinambela dan gindoporang sinambela di asingkan ke singkil, aceh.
Di singkil gindoporang sinambela masuk agama islam pada seorang ulama aceh. Namanya di ganti dengan muhammad zainal amirudin sinambela. Sedangkan gana boru sinambela tetap memeluk agama parmalim, agama nenek moyang orang batak. Ketika anak mereka lahir, gindoporang menamakan anaknya muhammad fakih amirudin sinambela, Sedangkan ibunya menamakan pongki na ngolngolan.
Lama sudah mereka di pengasingan dan berharap untuk kembali ke tanah batak. Harapan mereka baru terkabul ketika singamangaraja IX meninggal dunia dan digantikan oleh singamangaraja X. raja baru itu memanggil kembali adiknya, gana bo-ru sinambela dan putranya pongkinangolngolan.
Tapi sayang, di karenakan beberapa orang dukun di bakkara (kota dinasti singamangaraja) yang meramal kan bahwasanya kelak ponkinangolngolan akan mem-bunh pamannya sendiri, singamangaraja X, maka atas desakan para dukun tersebut, pongkinangolngolan harus dihukum mati. Kemudian diceritakan, dalam exekusi itu pongkinangolngolan dapat meloloskan diri dan lari ke mandailing dan bertemu tuangku nan renceh yang pada waktu itu sudah terpengaruh oleh aliran islam wahabi yang di bawa haji miskin dari pengembaraannya di jazirah arab. Setelah di islamkan, tuangku nan renceh menggelari pongkinangolngolan umar katab, yang jika di balikan nama bela-kangnya, tulisannya menjadi batak. Kemudian setelah menjadi panglima paderi dibawah pimpinan tuangku imam bonjol, ia dikenal sebagai tuangku rao.
Masih menurut mangaraja onggang parlindungan, ketika perang paderi pecah, kaum paderi tak hanya menyerbu belanda tapi juga tanah batak dibawah pimpinan tuangku rao dan di gawangi oleh jatengger siregar. Jatengger siregar adalah pemimpin marga siregar yang nenek moyangnya punya dendam kesumat yang belum terbalaskan terhadap leluhur singamangaraja X.
dan yang paling menuai kritikan di dalam buku ini adalah catatan penyera- ngan tuangku rao ke tanah batak itu, dimana mangaraja onggang parlindungan menceri- takan bahwa tentara paderi membunuh semua orang batak yang dijumpainya, yang tak mau memeluk agama islam. merampas, dan memperkosa. Tuangku rao agak menyele-weng dari perintah tuangku imam bonjol yang lebih memusatkan pada jalan dakwah, menghindari perang saudara sebisa mungkin, kecuali pada penjajah belanda.
Buku karya mangaraja onggang parlindungan ini, sempat membuat linglung para pembaca buku-buku sejarah yang masih berusia muda, apalagi yang berasal dari daerah minangkabau. Kenapa tidak, tuangku rao yang di kenal dari sebagai ulama besar sekaligus panglima perang paderi yang gagah berani mengusir penjajahan belanda, tapi menurut versi MOP, ia adalah seorang pejuang muslim radikal.
Buku karya MO parlindungan ini menurut beberapa sejarahwan, belum se- layaknya jadi referensi sejarah. Di tahun 1969, di adakanlah seminar tentang tuanku rao di padang. mangaraja onggang parlindungan di hadapkan langsung dengan HAMKA yang mengajukan sejumlah pertanyaan tentang bukti-bukti kebenaran sejarah tuanku rao yang ditulisnya. Akan tetapi, MOP tak bisa menjelaskan secara detil tentang kebena- ran perjuangan tuanku rao. Fakta-fakta yang ditulis MOP tak bisa dipertanggung jawab- kan, sehingga buku itu ditarik sendiri peredarannya oleh MOP. Sepuluh tahun kemudian, yakni di tahun 1979, hamka meluncurkan sebuah buku yang berjudul 'antara fakta dan hayal: tuanku rao', buku ini menjawab langsung kesaburan sumber-sumber sejarah yang ditulis MOP dalam bukunya yang hanya mempercayai cerita-cerita masyarakat batak. Hamka menilai, lebih dari 85% buku karya MOP tak bisa dipercayai.
Dalam bukunya, hamka menegaskan bahwa tuanku rao bukanlah keturun- nan batak. Bersumberkan dari catatan penulis belanda, J.B. Neuman, tuanku rao berasal dari padang matinggi, bukan orang bakkara (ibukota dinasti kerajaan singamangaraja). Dalam buku ini hamka juga memperkuat alsannya dengan bersumberkan kata asrul sani, bahwasanya tuanku rao adalah orang padang metinggi (antara fakta dan hayal: tuanku rao. Hal-240), dan ungkapan sanusi pane yang mengatakan tuanku rao dan tuanku tambunsai adalah orang yang sama (antara fakta dan hayal : tuanku rao, hal-242).
Hamka juga membantah keterangan MOP yang menyebutkan beberapa tokoh yang ditulis MOP dalam bukunya. Tentang serbuan pasukan paderi yang dipimpin oleh tuanku rao kekota raja singamangaraja X, yang bahkan dikatakan pasukan paderi memperkosa wanita-wanita batak, itu adalah suatu kebohongan besar yang dianggap ada misi tertentu di balik cerita-cerita yang direkayasa tersebut, kalaupun iya ada kejadian seperti itu, itu bukan perbuatan pasukan paderi yang di pimpin tuanku rao. Sangat mustahil apabila seorang ulama besar membiarkan pengikutnya melakukan perkosaan yang padahal sangat dilarang oleh agama islam, meskipun beraliran wahabi. Dan fakta yang diangkat MOP dalam bukunya tentang adanya universitas islam syiah di ulakkan tapakis, pariaman, itu adalah bohong besar. Tak ada catatan sejarah yang menguatkan di ulakkan tersebar islam aliran syiah, bahkan sampai sekarang masyarakat ulakan dan pariaman umumnya tetap menganut aliran syattariyah yang dibawa oleh ulama besar syekh burhanudin yang di asuh oleh syekh abdurrauf atau syekh kuala dari aceh. (penulis juga dilahirkan dan dibesarkan di seisarik, pariaman. 10 km dari makam syekh burhanudin, ulakan.)
Akan tetapi, setelah beberapa dekade berlalu, kontroversi tentang tuanku rao mencuat lagi dengan diterbitkannya kembali karya MOP oleh LKIS bantul di bulan juni 2007 yang lalu dan basyral hamidy harahap dengan bukunya yang berjudul 'greget tuanku rao', yang diterbitkan oleh komonitas bambu, depok, pada bulan september 2007. dalam greget tuanku rao, basyral menyanggah pendapat mangaraja onggang parlindungan tentang jati diri tuanku rao. Basyral berpendapat, tuanku rao bukan keturunan singamangaraja. Namun ia juga membenarkan tentang penyerbuan brutal yang dilakukan tentara paderi di tanah batak. Buku ini juga mendapat kritikan dari sejarahwan nusantara, terutama yang berasal dari provinsi riau. Dalam tulisannya, basyral berpendapat tuanku tambunsai adalah panglima paderi yang militan. Dalam penyerangan tuanku tambunsai ke padang lawas, banyak korban dari rakyat yang tak berdosa dan tak berdaya menjadi sasaran ke brutalan kaum paderi yang di pimpin panglima perang paderi itu.
Dalam seminar sejarah perang paderi 1803-1838 di gedung arsip nasio- nal (ANRI) pada tanggal 22 januari 2008 yang lalu yang di gagaskan oleh Dr.saafroedin bahar dan Dr. joko utomo selaku kepala ANRI, Drs. Suwardi,M.S yang mewakili masyarakat riau menyampaikan makalahnya yang berisikan kritikan dan sanggahannya terhadap buku karya mangaraja onggang parlindungan dan basyral hamidy ini. Makalahnya di beri judul “pandangan masyarakat melayu riau terhadap kontroversi buku tuanku rao karya M.O parlindungan dan buku greget tuanku rao karya basyral hamidy harahap tentang kepahlawanan tuanku imam bonjol & tuanku tambunsai”.
Drs.suwardi,MS yang pada ketika itu telah menduduki kursi ketua ma- syarakat sejarahwan indonesia cabang riau ini menyatakan dalam makalahnya, fakta-fakta sejarah yang di tuliskan MO.parlindungan dalam buku tuanku rao tak akurat dan tak bisa di jadikan referensi sejarah. Beliau sangat menyayangkan sekali ketika LkiS menghadirkan kembali buku yang pernah ditarik sendiri peredarannya oleh MO.parlin- dungan setelah ia tak bisa menjawab dengan tepat pertanyaan hamka dan para pakar se- jarah ketika di adakan seminar di padang pada tahun 1969.
Sedangkan tentang buku greget tuanku rao, beliau menyampaikan kriti- kannya dan penolakan atas fakta-fakta sejarah yang di tuliskan basyral hamidy. Kri-tikan beliau yang paling keras adalah tentang perjuangan tuanku tambunsai yang di anggap tidak punya rasa kemanusiaan karna melakukan pembantaian di tanah batak. Beliau juga tak setuju dengan Basryral hamidy yang tampa dicerna langsung membenarkan kutipan catatan orang-orang belanda seperti J.B.neuman dan TJ.willer. Salah satu kutipan cata-tan willer menyebutkan, ''…..paedri yang di pimpin tambunsai membakar kampung demi kampung....mereka memaksakan agama islam (wahabi) di mana-mana. Jika penduduk tidak serta merta mau masuk islam akan segera di bunuh...''
Drs.suwardi MS berpendapat catatan- catatan belanda itu tak bisa sepe- nuhnya di jadikan rujukan fakta-fakta sejarah, dikarenakan mereka di saat itu memusuhi tuanku tambunsai dan pasukan paderi. Kaum paderi dalam perangnya memperjuangkan agama islam dan memerdekakan negeri ini dari jajahan belanda. Sedangkan Pada saat itu, belanda dan orang-orang eropa umunya selain memonopoli perdagangan dan menguasai daerah jajahannya, mereka juga mengemban sebuah misi yang di bayang-bayangi oleh kekalahan mereka di perang salib, yaitu misi penyaliban.
Untuk sekedar diketahui, Sebuah pernyataan J.PG westhoff menerangkan ''menurut pendapat kami untuk tetap memiliki jajahan-jajahan kita sebagian besar adalah tergantung dari pengkristenan rakyat yang sebagian besar belum beragama atau yang telah beragama islam.'' dari pernyataan di atas dapat kita pahami apa misi yang di bawa orang-orang eropa ke dunia jajahannya di asia, dan jelas-jelas mereka sangat menentang dakwah-dakwah yang di lakukan pasukan paderi di wilayah tanah batak.
Berkemungkinan gerakan kristenisasi ini mula-mula dilancarkan di dae- rah tapanuli pada tahun 1824, terbukti dengan adanya pembunuhan salah seorang baptis dari amerika yang bernama munson dan lyman di sinaksak. Gerakan ini kian hebat di tahun 1861 yang dilakukan rijnsche zending berpusat di padang sidempuan dan di arahkan ke daerah toba dan daerah-daerah pedalaman sumatera utara.
Belanda menghalalkan segala cara untuk menaklukan daerah jajahannya, termasuk dengan mengedepankan agama yang di belakangnya membonceng misi penak-lukan. Mereka juga sengaja menghembuskan isu-isu ditengah masyarakat dan menfitnah panglima-panglima pasukan paderi, musuh utama mereka di ranah minang dan sebagian kecil wilayah tanah batak. Dalam keterangan beberapa catatan sejarah, untuk memper-kuat misinya, nommensen dan simoniet di tunjuk belanda untuk menjadi misionaris di wilayah tanah batak. Kemudiah hari, rakyat yang sudah memeluk agama kristen ini di serahkan ke pada kolonial belanda secara administratif. Atas jasa-jasa kedua orang misionaris yang telah berhasil itu, belanda menganugerahkan bintang officer van oranje nassau pada tahun 1911.
karna alasan itulah, catatan-catatan belanda tentang fakta-fakta pemban- taian kaum paderi di bawah pimpinan tuanku rao dan tuanku tambunsai di tanah batak masih di ragukan kebenarannya dan di khawatirkan ada misi di balik pernyataan itu. Pada seminar di ANRI itu, Prof. Drs.suwardi,MS. Dalam makalahnya Juga menegaskan penilaiannya tentang dua buku kontroversial karya mangaraja onggang parlindungan dan basryal hamidy adalah pembohongan publik dan merusak marwah masyarakat minang dan masyarakat melayu riau serta dapat menimbulkan konflik SARA.
kontroversi tentang tuanku rao dan pasukan paderinya tetap menjadi mis- teri bagi masyarakat yang haus akan kelurusan sejarah. Dan secara tak langsung, ini adalah sebuah tekanan bathin bagi masyarakat minangkabau, karena bagi masyarakat minang, tuanku rao adalah salah seorang pahlawan nasional sumatera barat yang meski-pun namanya tak di daftarkan dileretan para tokoh-tokoh perjuangan nasional milik ne-gara.
Tuanku rao terbunuh oleh belanda di air bangis pada 5 september 1821. kepergiannya menyelibkan sejuta tanya tentang jati diri pahlawan tampa tanda jasa ini. Bertahun-tahun bermacam kontroversi yang timbul setelah kepergiannya, semoga kelak pakar-pakar sejarahwan muda bisa meluruskan sejarah ini dengan detil sesuai dengan fakta yang terjadi di masa lampau, agar tunas-tunas bangsa di masa depan tidak bingung dan salah kaprah dalam mengahayati sejarah yang pernah terukir dan terjadi di masa si-lam, sebab mengetahui dan mempelajari sejarah bangsa adalah salah satu bukti kecinta-annya kepada negaranya sendiri.
Ada beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan oleh sebagian masya- rakat tentang tuanku rao yang fenomenal itu, yang pertama: menurut MOP dalam buku- nya, tuanku rao berjuang di mandailing, disana ia menghadapi belanda dan memaksakan agama islam pada masyarakat batak yang diwarnai dengan kekerasan senjata, akan tetapi bagi masyarakat minangkabau tidak, sesuai dengan namanya, beliau adalah panglima paderi di RAO, sebuah negeri yang ada di pasaman barat. Andaikan pendapat MOP be- nar, timbul pertanyaan seperti ini, melihat sisi perjuangan dari empat penjuru mata angin pada masa itu, titik pusatnya ialah di lubuk sikaping, di utara dikuasai singamangaraja, di sebelah selatan ada tuanku imam bonjol, bagian timur dikuasai tuanku tambunsai, di sebelah barat (rao) kalau bukan tuanku rao, lantas siapa?
Berdasarkan sumber dari masyarakat, orang pariaman lebih mengenal dan hafal kisah perjuangan tuanku rao ketimbang orang-orang rao sendiri, kenapa? Dan dalam catatan sejarah ketika belanda menduduki tanah air, apabila lokasi wilayah itu pu- nya potensi alam ataupun adanya perlawanan dari rakyat yang tak ingin di jajah, belanda akan mendirikan benteng di wilayah itu. Bila di telusuri ada beberapa benteng pertaha- nan belanda yang pernah dibangun di sumatera barat, di antaranya di bukittinggi, lubuk sikaping, dan di rao sendiri. Apabila pendapat MOP benar tuanku rao berjuang di man- dailing, benteng yang di bangun belanda di rao lantas untuk bertahan dari serangan siapa? Padahal dalam catatan sejarah, tak ada perjuangan rakyat rao yang terbesar selain masa perang paderi yang di pimpin tuanku rao.
Bermacam ragam teka-teki tentang jati diri tuanku rao yang berkembang di tengah-tengah masyarakat belum terjawab secara detil. Namun apapun anggapan masyarakat diluar minangkabau, terutama masyarakat batak yang menggangap tuanku rao adalah panglima perang paderi yang brutal, bagi masyarakat sumbar, tuanku rao tetaplah pejuang sekaligus ulama besar dari rao, pasaman, sumatera barat.
***********
perang paderi:
Menurut catatan sejarah yang dituliskan dibuku sejarah nasional, perang paderi berawal dari pertentangan kaum adat dan kaum ulama, yang akhirnya melibatkan belanda. Dimulai dari saling ketidak pahaman para ulama dan kaum adat yang dipimpin langsung oleh kerajaan pagarruyung yang pada waktu itu di perintah oleh sultan arifin muningsyah, sedangkan kaum ulama dipimpin oleh delapan orang ulama yang beraliran mahzab wahabi yang berkembang di jazirah arab pada masa itu. Delapan orang ulama ini dikenal dengan julukan harimau nan salapan. Mereka adalah:
1.tuanku nan renceh atau tuanku kamang.
2.tuanku mansiangan.
3.tuanku pandai sikek
4.tuanku lintau.
5.tuanku pasaman.
6.tuanku rao.
7.tuanku tambunsai.
8.tuanku barumun.
Kaum ulama meminta sultan arifin muningsyah untuk mengajak rakyat benar-benar menegakkan agama islam yang murni, tampa di pengaruhi oleh kebiasaan kebiasaan adat yang bertentangan dengan kemurnian agama islam. Walaupun di masa syekh burhanudin telah disetujui untuk melenyapkan adat-adat yang berlawanan dengan syariat islam, akan tetapi masih saja di beberapa daerah yang memakai budaya adat yang pada intinya sangat berlawanan dengan islam. Seperti menyabung ayam, dan perjudian.
Para pemimpin perang paderi beranggapan, hal itu dikarenakan terlalu longgarnya undang-undang adat yang mengatur tentang kewajiban dan pantang larangan agama islam di kerajaan pagarruyung. Sehingga perintah-perintah agama tak terlalu di indahkan oleh masyarakat. Tujuan kaum paderi adalah untuk menerapkan undang-un- dang syariat islam sesuai dengan mazhab wahabi yang saat itu tengah berkembang di jazirah arab. Agar falsafah adat bersandi syara, syara bersandikan kitabullah tak hanya sekedar kata-kata di bibir semata.
Akan tetapi sultan arifin muningsyah dan kaum adat menolak pemberla- kuan undang-undang tersebut. Penolakan itu cukup beralasan, menilik pepatah yang dijadikan pusaka turun temurun oleh nenek moyang minang kabau yang menyatakan, 'adat tak lapuak dek hujan, tak lakang dek paneh. Bapantang kuniang dek kunik, tak hancue karano santan. Jalan kok di di asak urang lalu, adaik kok di aliah urang lain, elok tikamkan karih di pinggang.'
Beberapa nagari diminangkabau mulai bergejolak di tahun 1803.puncak- nya tahun 1815, tuanku pasaman memimpin pasukan paderi menyerang pagarruyung, perang pecah di koto tangah. Kaum adat terdesak, sultan arifin muningsyah terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan. Dari catatan rafles, ketika ia berkunjung ke pagar-ruyung di tahun 1818, yang ia dapati hanya sisa-sisa istana pagarruyung yang terbakar.
Karna terdesak, sultan tangkal alam bagagar yang memimpin kaum adat meminta bantuan belanda pada 21 february 1821, yang pada waktu itu belanda telah mendarat dikota padang. Sultan tangkal alam bagagar di angkat belanda sebagai rege- gent tanah datar, akan tetapi perjanjian yang tak di hadiri oleh raja alam ini dianggap belanda sebagai penyerahan kedaulatan kerajaan pagarruyung.
Awal april 1821, residen james du puy dipadang memerintahkan kapten golfinet dan kapten dienema menggempur kaum paderi di sulit air dan simawang. Kaum paderi berhasil dihalau dari pagarruyung dan melarikan diri ke lintau dan berta-han di sana. Belanda membangun benteng fort van der capellen di batusangkar.
13 april 1823, belanda mencoba menyerang kekuatan kaum paderi di lin- tau, akan tetapi hanya dalam tiga hari yakni di tanggal 16 april 1823 belanda di paksa kembali ke batu sangkar. Setahun kemudian, kolonel raaf meminta raja alam sultan ari- fin muningsyah kembali ke pagarruyung. Namun dua tahun setelah kembalinya ke istana yang telah di perbahrui ini, yakni di tahun 1825, beliau meninggal dunia dan di makam- kan di pagarruyung. Beliaulah raja terakhir minangkabau.
Sementara itu perang semakin memanas, pasukan belanda tak bisa me- matahkan semangat perang pasukan paderi yang terlatih. Meskipun pimpinan kaum paderi tuanku nan renceh telah meninggal dunia dan di gantikan tuanku imam bonjol, akan tetapi kekuatan kaum paderi tidak bisa di sepelekan, malahan jumlah mereka kian bertambah. Bertepatan dengan itu, belanda telah mengalami keminiman dana untuk pe- rang di eropa dan menghadapi pangeran diponegoro di pulau jawa. Maka belanda me-ngajak kaum paderi untuk berdamai dengan maklumat masang pada tahun 15 november 1882.
Setelah perang diponegoro usai, belanda kembali mencoba menundukan kaum paderi. Perjanjian damaipun dilanggar dengan penyerangan yang dilakukan belan- da ke nagari pandai sikek. Di bukittinggi, di bangunlah benteng fort de kock oleh belan- da untuk memperkuat kedudukannya. Lintau dapat di kuasai belanda pada bulan agus- tus 1831. di susul luhak nan limo puluah dan luhak tanah datar.
Seluruh kekuatan paderi di luhak agampun lumpuh dan di kuasai oleh be- landa, termasuk kubu pertahanan kaum paderi di kamang pun ditaklukan belanda tahun 1832, kaum paderi menyingkir dan bertahan di bonjol.
Serangan belanda yang membabi buta, banyak melukai rakyat. Masyarakat yang di anggap dekat dengan kaum paderi di introgasi dengan kekerasan, bahkan ada yang sampai terbunuh. Muncul sebuah kesadaran dari kaum adat, belanda yang selama ini di anggap mitra tak lebih dari bangsa penjajah. Kaum adat pun berkompromi dengan kaum paderi untuk bersatu melawan belanda. Belanda kewalahan, akhirnya keluarlah pengumuman yang di namakan perjanjian plakat panjang dari pemerintah kolonial belanda bahwasanya belanda tak bermaksud menyerang minangkabau, akan tetapi keda-tangan mereka sebenarnya hanya ingin berdagang. Sebab itulah masyarakat di haruskan menanam kopi dan dijual pada belanda, yang sedikit keuntungannya di pergunakan un-tuk pembangunan sarana umum dan pendidikan wilayah minangkabau itu sendiri. Pihak belanda tak akan memungut pajak langsung pada petani pribumi.
Perjanjian plakat panjang pun ditanda tangani tahun 1833. dalam per- janjian itu, belanda tidak akan mencampuri masalah adat dan agama di setiap negeri-negeri di minangkabau. Kaum adat dan sebagian masyarakat minang yang tadinya se-dang bersemangat mengusir penjajah, kembali terpengaruh. Tanpa disadari kalau suma-tera barat telah memasuki era kolonialisme dalam artian yang sebenarnya. Tujuan belan-da adalah ingin menguasai pemerintahan dan perkebunan kopi yang tumbuh subur di su-matera barat bagian timur.
Akan tetapi perang paderi belum berakhir, tuanku imam bonjol dan para pengikutnya masih mengadakan perlawanan dan tak menerima isi dari perjanjian plakat panjang, dikarenakan perjanjian itu dibuat setelah rencana politik kolonial belanda terca- pai untuk menguasai pemerintahan pagaruyung. Selain tuanku imam bonjol, tuanku rao yang kontroversial itu pun memimpin perlawanan pada belanda di daerah rao, pasaman.
Dikarenakan kekurangan persenjataan, dan perselisihan paham yang ter- jadi dikubu tuanku imam bonjol pada waktu itu, mengakibatkan melemahnya pertahanan kaum paderi. Hal tersebut di manfaatkan voc belanda untuk menyerang benteng bonjol di tahun 1837. tuanku imam bonjol ditangkap belanda dengan akal licik, dikarenakan tuanku imam bonjol masih terus melakukan perjuangan meskipun benteng bonjol telah jatuh ketangan belanda, maka pada bulan oktober 1837, belanda mengundang tuanku imam bonjol untuk datang ke palupuh untuk membicarakan tentang perundingan. Akan tetapi itu hanya jebakan belanda untuk menangkap tuanku imam bonjol. Dalam kondisi sakit, beliau di bawa ke bukitinggi, kemudian kepadang, dan di bawa kepengasingan, tanggal 23 januari 1838, beliau di pindahkan ke cianjur. Pada akhir tahun 1838 ia kem-bali dipindahkan ke ambon. Tanggal 19 januari 1839, tuanku imam bonjol di pindahkan ke menado. Disinilah beliau wafat tanggal 8 november 1864.
sementara itu perjuangan kaum paderi di lanjutkan tuanku tambusai yang mempertahankan benteng terakhir mereka di dalu-dalu, namun setahun setelah benteng bonjol dikuasai belanda di tahun 1837, di tahun 1838 benteng dalu-dalu itupun jatuh ke-tangan belanda. Tuanku tambunsai bersama sisa-sisa pasukannya pindah ke semenan-jung malaya, Perperangan di anggap selesai. Pagarruyung di tetapkan belanda sebagai pax neerlandica, dan wilayah padangse bovenlanden berada dibawah pengawasan be-landa.
Detik-detik pengepungan bonjol:
Bonjol adalah daerah pertahanan paderi yang paling sulit di taklukan be- landa. Meskipun benteng pertahanan kaum paderi di bonjol terbuat dari tanah liat, akan tetapi kekuatannya melebihi dari beribu-ribu sak semen dan batu bata, sehingga jerih pa-yah belanda untuk menghancurkannya selalu sia-sia. bahkan sering belanda gagal dite-ngah jalan sebelum sampai di benteng tersebut. Tercatat dalam sejarah yang dituliskan oleh orang-orang belanda sendiri, perang paderi telah banyak merugikan pemerintah hindia belanda.
Gubernur Jendral johannes van den bosch sendiri pernah pergi ke pa-dang pada tanggal 23 agustus 1883 untuk melihat dari dekat tentang jalannya operasi militer yang di lakukan belanda. Ia kurang yakin akan ketangguhan kaum paderi meng-hadapi pasukan belanda yang dilengkapi dengan persenjataan lengkap. Sesampainya di padang ia berunding dengan jendral riesz dan kolonel elout tentang rencana penak-lukan benteng bonjol yang di jadikan pusat meriam besar pasukan paderi.
Akan tetapi riesz dan elout yang sudah mengalami sendiri jalannya perper- angan paderi mengemukakan pendapatnya, bahwasanya untuk mengahancurkan benteng pertahanan kaum paderi di bonjol tak semudah membalikan telapak tangan. Sudah ba- nyak korban jiwa dari pasukan belanda sebelum sampai di benteng itu. Tuanku imam bonjol dan pengikutnya tak bisa di anggap remeh. Sementara itu, kesetiaan penduduk agam dan rakyat minangkabau umumnya masih diragukan, sangat mungkin mereka kelak menyerang belanda dari belakang seperti sultan tangkal alam bagagar yang ditun-juk belanda sebagai regent tanah datar, akan tetapi pada akhirnya berkhianat dan di tangkap di batu sangkar pada tanggal 2 mei 1883 dan di buang ke batavia. Sampai akhir hayatnya, sultan tangkal alam bagagar tetap di pengasingan. Makamnya ada di pekubu- ran mangga dua, jakarta.
Akan tetapi jendral van den bosch tak ingin perduli dengan segala pertim- bangan dari ke dua opsirnya itu, ia bersikeras memerintahkan kedua bawahannya ini un- tuk menyerang benteng bonjol. mengingat sudah banyak pihak belanda mengalami kerugian akibat perang yang tak pernah usai ini. Paling lambat tanggal 10 september 1833, benteng bonjol harus jatuh ketangan belanda. Kedua opsir tersebut minta tangguh waktu sampai tanggal 16 september 1833, diharapkan bonjol dapat dikuasai sepenuhnya dalam tempo enam belas hari.
Namun, harapan jendral van den bosch dan dua orang opsirnya itu, hanya-
lah sekedar harapan, Semua kerja jendral riesz dan kolonel elout tak berarti sama sekali, malahan sebaliknya persenjataan kaum paderi kian bertambah, hasil rampasan dari pasukan belanda yang kalang kabut ketika di perintahkan menyerang bonjol. Tanggal 21 september 1883 Jendral van den bosch membuat pernyataan yang memalukan bagi ke-dua opsirnya di padang, bahwasanya serangan ke bonjol di anggap telah gagal.
Belanda mempunyai rencana lain, di sepanjang tahun 1884 belanda menge- rahkan ribuan tenaga kerja paksanya untuk pembuatan jalan dan jembatan yang menga- rah ke bonjol. Tujuannya adalah untuk mempermudah mobilitas pasukan belanda dalam menaklukan bonjol. Di samping itu, belanda juga menanamkan pengaruhnya di masya-rakat sekitar daerah pertahanannya, agar rakyat ikut membantu pihak belanda melawan kekuatan pasukan paderi.
Setelah segala sesuatunya berjalan sesuai rencana, pada tanggal 16 april 1835 belanda memutuskan untuk kembali menyerang bonjol dengan kekuatan yang le- bih besar, Letnan kolonel bauer ditunjuk sebagai pemimpin pasukan. Pada tanggal 21 april 1885, operasi militer itu dimulai. Taktik perang yang dilancarkan bauer adalah pe-ngepungan. pasukannya di bagi dua jalur yaitu dari matur dan bamban menuju masang. Pasukan-pasukan ini menyebrangi sungai dan menyusup ke hutan dan perbukitan untuk menuju bonjol.
Belanda berhasil memasuki tepi batang gantiang pada tanggal 23 april 1835. kemudian setelah menyebrang, mereka berkumpul di batu sari. Untuk mencapai ke bonjol, hanya ada satu jalan yaitu sebuah jalan sempit melalui sipisang yang pada saat itu masih dikuasai kaum paderi. Perang pun pecah, ketika pasukan belanda mema- suki sipisang, pasukan paderi telah menyambutnya dengan serangan. Perang ini berlang- sung tiga hari tiga malam tampa henti. Dikarenakan tak sebandingnya jumlah pasukan, akhirnya pasukan paderi terpaksa melarikan diri ke hutan-hutan rimba di sekitarnya.
Sipisang berhasil di duduki belanda. Ambisi mereka semakin kuat untuk menyerang bonjol. Sipisang di jadikan kubu pertahanan mereka sambil menunggu pem- buatan jembatan baru menuju bonjol.
Satu bulan kemudian pasukan belanda mulai bergerak memasuki padang lawas dan daerah alahan panjang yang di kuasai penuh oleh pasukan paderi. Belanda berhasil menguasai kedua daerah ini pada tanggal 8 juni 1835. tiga hari kemudian yakni pada tanggal 11 juni 1835 bergerak menuju sebelah timur batang alahan panjang dan sebuah kubu di dirikan disana. Belanda merangkak pada malam hari di 16 juni 1835 me- nuju bonjol, kira-kira 250 langkah dari daerah bonjol mereka mendirikan kubu pertahan- nan disana. Dari sanalah mereka mencoba menembakan meriamnya ke arah benteng bonjol. Akan tetapi kaum paderi membalas serangan itu dengan tembakan meriamnya, karna di posisi kurang aman, pasukan belanda banyak yang tewas. Tanggal 17 juni 1835, residen francis mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 2000 orang. Dengan kekuatan yang besar, pada tanggal 21 juni 1835 pasukan belanda mulai bergerak maju ke benteng bonjol di bukit tajadi.
Akan tetapi untuk mendekati benteng bonjol bukanlah mudah. Benteng yang sekaligus markas tuanku imam bonjol ini adalah kubu besar pertahanan kaum pa- deri. Daerah bonjol adalah wilayah terakhir pasukan paderi yang bertekad untuk mem- pertahankannya sampai mati. Di samping itu benteng yang terletak di atas bukit tajadi ini adalah kawasan yang strategis dan kuat untuk membangun kubu pertahanan. Di sebelah bonjol membujur bukit barisan yang panjang dan tinggi yang di selimuti hutan-hutan lebat, Di balik timur bukit barisan itu adalah luhak lima puluh. Tanah di sebelah selatan dan tenggara lembah alahan panjang ini bergunung-gunung dan berbukit batu-batu terjal, semak belukar, dan hutan yang sangat lebat. Semua ke adaan alam itu sangat menguntungkan bagi kaum paderi, sehingga benteng bonjol tak nampak dari ke jauhan.
Belanda melihat kekohan posisi benteng itu, sehingga mereka melakukan blokade bahan makanan maupun persenjataan yang menuju bonjol. Rencana mereka ten- tu saja untuk melumpuhkan suplai makanan maupun senjata pasukan paderi. Akan tetapi blokade yang di lakukan itu tak efektif dan tak berpengaruh sama sekali, malahan seba- liknya, benteng-benteng kecil pasukan belanda yang berisi penuh bahan makanan sering di rampas pasukan paderi dengan taktik perang gerilya. Sementara itu, pasukan-pasukan paderi di daerah-daerah yang telah ditaklukan belanda banyak melarikan diri ke bonjol dan bersatu untuk mempertahankan daerah bonjol sebagai daerah terakhir kekuasaan kaum paderi.
Setelah menyisiri wilayah - wilayah pinggiran bonjol, pada pertengahan agustus 1835 pasukan belanda kembali melakukan penyerangan ke kubu-kubu pertahan- nan pasukan paderi, setelah mereka mendapat bantuan pasukan dari bugis yang memim- pin bagian depan pasukan belanda. Akan tetapi belanda kembali mengalami kegagalan, tercatat sampai awal september 1835 bukit tajadi dan benteng bonjol belum berhasil dikuasai pasukan belanda. Malahan sebaliknya pada tanggal 5 september 1835, pasukan paderi menyerbu kubu-kubu pertahanan belanda di sekitar kawasan bukit tajadi.
Karena selalu gagal, belanda merobah taktik penyerangannya, pada ta-nggal 9 september 1835 pasukan belanda mencoba menyerang dari arah luhak lima puluh dan padang bubus. Namun penyerangan ini tetap gagal, bahkan pasukan belanda mengalami kerugian yang lebih besar ketimbang penyerangan-penyerangan terdahulu yang melalui jalur lain. Letnan kolonel bauer, salah seorang komandan pasukan belanda menderita sakit keras di medan perang dan terpaksa dilarikan ke bukitinggi. Posisinya digantikan oleh mayor prager.
Di saat yang bersamaan, di karenakan blokade yang dilakukan belanda ter- lalu berlarut-larut serta di pengaruhi oleh semangat dan ke tangguhan pasukan paderi, pada tanggal 11 desember 1835 rakyat desa alahan panjang dan simpang memberontak menyerbu kubu-kubu pertahanan belanda. Penyerangan yang tak di duga ini membuat belanda kewalahan dan kocar-kacir, sehingga di datangkanlah bantuan serdadu-serdadu madura yang berdinas pada pasukan belanda. Pemberontakan rakyatpun dapat di atasi.
Sementara itu, pengepungan yang di lakukan belanda di bonjol masih be- lum ada hasilnya meskipun sudah hampir satu tahun. Hingga pada tanggal 3 desember 1836 pasukan belanda kembali melakukan penyerangan besar-besaran ke benteng perta- hanan bonjol. Serangan ini cukup berhasil dengan jebolnya sebagian benteng bonjol, be- berapa orang keluarga tuanku imam bonjol terbunuh dalam penyerbuan itu. Akan tetapi, pada akhirnya pasukan paderi dengan semangat perang syahid nya berhasil mengusir be- landa keluar dari benteng bonjol.
Kegagalan penyerangan ke bonjol ini benar-benar telah mempermalukan dominique jacques de eerens yang pada saat itu telah menjabat sebagai jendral hindia belanda yang berkedudukan di batavia. Kemudian ia mengutus mayor jenderal cochius memimpin langsung penyerangan besar ke benteng bonjol.
Strategi penyerangan ini benar-benar di atur sebaik mungkin, secara in- tensif belanda mengepung bonjol dari semua arah, gerakan itu di atur selama enam bulan mulai tanggal 16 maret sampai pada tanggal 17 agustus 1837. dalam catatan yang di tuliskan oleh orang-orang belanda sendiri, perwira-perwira pasukan belanda yang terli- bat pada saat itu ialah, mayor jenderal corchius, letnan kolonel bauer, mayor sous, mayor prager, kapten maclean, letnan satu van der tak, pembantu letnan steinmetz. Selain itu ada juga tertulis nama-nama pribumi seperti kapiten noto prawiro, indlandsche luitenant prawiro di logo, Karto wongso wiro redjo, prawiro sentiko, prawiro brotto dan merto poero. Pasukan belanda yang akan menyerang bonjol ini juga terdapat beberapa pasukan- gabungan dari berbagai suku pribumi, seperti jawa, madura, bugis dan ambon. Dalam catatan lain yang juga di tulis oleh orang-orang belanda sendiri, dalam penyerangan ke bonjol kali ini disertai 148 perwira eropa, 36 per-wira pribumi berbagai suku, 1.103 tentara eropa dan 4.130 tentara pribumi termasuk dalamnya sumenapsche hulptroepen heironder, atau pasukan pembantu sumenap, ma-dura.
Perang paderi adalah sebuah perang besar yang tercatat dalam sejarah perjuangan melawan penjajahan belanda di tanah air. Bahkan di akui sendiri oleh peme- rintahan hindia belanda, perang paderi telah banyak merugikan belanda. Mereka menga- kui ketangguhan tuanku imam bonjol sebagai pemimpin perang paderi dengan taktik perang gerilya dan semangat perang syahidnya. Oleh karena itu, dalam penyerangan kali ini belanda tak mau gegabah, dari batavia terus di datangkan tambahan pasukan. Pada tanggal 20 juli 1837, kaptein sinninghe dengan kapal parle di utus ke padang dengan membawa pasukan eropa dan orang-orang afrika. Serdadu-serdadu afrika ini di sebut sepoys yang direkrut oleh belanda di ghana dan negara mali sekarang.
Serangan yang bertubi - tubi dan bergelombang yang di lancarkan belan- da serta pasukan infantri dan kavaleri yang terus berdatangan, membuat pertahanan pa- deri luluh lantak. Bukit tajadi jatuh ketangan belanda pada tanggal 15 agustus 1887. be- soknya ditanggal 16 agustus 1837, benteng bonjol di taklukan dan di kuasai penuh oleh belanda. Akan tetapi tuanku imam bonjol dan sisa-sisa pasukannya berhasil meloloskan diri dan mengungsi ke daerah marapak.
Dalam pelariannya, tuanku imam bonjol terus menyusun rencana untuk kembali merebut bonjol. Tapi sayang, rencana itu takkan bisa di laksanakan dalam wak- tu dekat, mengingat jumlah sisa-sisa pasukannya hanya tinggal sedikit. Butuh waktu la- ma untuk menyusun kekuatan kembali.
Pada saat itu, datang surat tawaran dari residen francis di padang. Dalam
surat itu tuanku imam bonjol di minta untuk datang ke palupuh tampa senjata untuk mengajak berunding. Perundingan itu tak lebih dari 14 hari, selama jangka waktu yang ditetapkan harus dikibarkan bendera putih dan gencatan senjata antara dua belah pihak. Tuanku imam bonjol besedia melakukan perundingan itu.
Tuanku imam bonjol dan sisa-sisa pasukannya takkan pernah menyangka kalau belanda tak sebaik yang ia kira, alasan perundingan yang di ajukan belanda hanya- lah sebagagai jebakan untuk menangkap pemimpin kaum paderi ini. Sesampainya beliau di palupuh bulan oktober 1887, pasukan belanda langsung menangkapnya.
Perang belasting:
Setelah perang paderi berakhir, perubahan besar terjadi di minangkabau. Belanda benar-benar telah berkuasa memegang roda pemerintahan. Semua undang-undang kerajaan pagaruyung telah di hapus, dan digantikan dengan undang-undang negara kolonialisme belanda. Kedudukkan para ulama dan adat tak lagi di butuhkan di pemerintahan. Meskipun belanda masih memegang isi perjanjian plakat panjang untuk tidak akan ikut campur dalam segala hal yang berlaku dalam agama maupun adat, akan tetapi VOC belanda menekan rakyat dengan memberlakukan cultuurstelse atau sistim tanam paksa seperti yang di berlakukan belanda pada daerah jajahannya di pulau jawa . Akan tetapi belanda melupakan sesuatu tentang masyarakat minang, yaitu karakter. Beda dengan orang- orang jawa yang kebanyakkan bersabar menjalani apa yang di perintahkan atasannya. Orang minangkabau telah mengenal demokrasi jauh hari sebelum kedatangan adityawarman memerintah pagaruyung. Semenjak zaman datuk perpatih nan sabatang dan datuk ketemenggungan, demokrasi telah didengungkan di setiap penjuru negeri minangkabau. Apapun keputusan raja, haruslah sejalan dengan apa yang di mufakatkan di balai adat dengan secara musyawarah bersama wakil-wakil masyarakat. Begitu juga ketika adityawarman berkuasa di pagaruyung, cara-cara pemerintahan majapahit tak pernah bisa bertahan di ranah minang. Berkemungkinan karna itu lah adityawarman tak pernah mengakui dirinya sebagai raja minangkabau, meskipun ia berkedudukkan di pagaruyung.
Begitu juga dengan sistim cultuurstelse yang tenggarai belanda, dalam praktenya tak seberhasil apa yang di perolehnya pada daerah-daerah koloni nya di jawa maupun daerah-daerah lain yang mereka kuasai. Malahan sebaliknya terjadi perlawanan setelah masyarakat sadar kalau ia benar-benar telah di jajah. Karna dianggap gagal, akhir nya belanda menghapuskan sistim tanam paksa, namun digantikan dengan pemungutan pajak secara langsung. Hal itu sangat bertentangan dengan perjanjian plakat panjang, yg salah satu isinya, belanda tidak akan memungut pajak secara langsung pada rakyat. Rak- yat murka. Belanda dianggap telah melanggar perjanjian, para pemuka ulama dan pemu- ka adat bersatu menyatakan perang melawan belanda. Perang itu dinamakan dengan pe- rang belasting, di masa itu terkenal lah seorang pahlawan wanita yang belum di akui ne-gara yang bergelar siti menggopoh.
Perang ini terjadi di nagari manggopoh yang berada di utara kota pa-riaman dan selatan pasaman, kira-kira seratus kilo meter dari kota padang, dan enam puluh kilometer dari bukitinggi. Memanjang 25 km dari utara keselatan, dan melebar 11 km dari barat ketimur. Di di timur berbatasan dengan lubuk basung, barat dengan tiku, utara dengan bawan, selatan dengan garagahan.
Ketika belanda menerapkan sistim pemungutan pajak langsung (belas-ting) pada tanggal 21 february 1908 dan menyosialisasikan kebijakan itu pada tanggal 1 maret 1908, banyak rakyat minangkabau yang tidak menerima keputusan itu dan melakukan perlawanan. Rakyat menganggap kebijakan itu adalah suatu penindasan dan melanggar perjanjian plakat panjang yang telah di setejui oleh segenap masyarakat alam minangkabau dan pihak belanda di masa perang paderi. Air bangis, padang panjang, dan nagari painan mengeluarkan resolusi penentangan. Sedangkan luhak agam tidak memenuhi undangan kepala laras yang di tunjuk belanda dalam sosialisasi tersebut. Sementara itu, Di kantor asisten residen belanda di bukitinggi terjadi unjuk rasa dan kericuhan, blanko pembayaran belasting yang di serahkan pada rakyat di robek dan dibakar.
Pada maret 1908, pasukan kavaleri belanda memasuki manggopoh dan mendirikan markasnya di bukit bunian berpuncak tujuh, sekitar dua kilo jaraknya dari pasar manggopoh, 55 orang pasukannya di tempatkan di markas itu. Tujuan belanda mendirikan markas ini adalah untuk melancarkan kebijakan belasting bagi rakyat mang-gopoh. Akan tetapi dalam prakteknya, pasukan-pasukan belanda yang di tempatkan ini berbuat semena-mena terhadap rakyat manggopoh termasuk melakukan pelecehan terha-dap perempuan.
Rakyat menggopoh yang mencoba melawan dan yang tak mau mem-bayar pajak akan di siksa bahkan belanda tak segan-segan membunuhnya. Karena tidak tahan dengan perlakuan di luar peri kemanusiaan itu, beberapa orang warga masyarakat manggopoh melakukan perlawanan secara tersembunyi yang di pimpin oleh seorang wanita berjiwa patriot dan berani yang bernama siti dan suaminya rasyid, kemudian hari siti diberi gelar siti manggopoh. Gerakan itu berhasil menerobos ke markas belanda di bukit bunian, beberapa orang pasukan kavileri belanda tewas akibat serangan yang tak di duga-duga itu. Belanda murka, mereka menangkap dan membunuh rakyat yang di anggap terlibat dalam peneyerangan itu. Sedangkan siti manggopoh dan beberapa te-mannya berhasil melarikan diri.
Di tanggal 15 juni 1910 di kamang meletus perang melawan penjaja-han belanda. Dua orang warga manggopoh yang bernama ali dan rasyid ikut berjuang bersama rakyat kamang. Bagi rakyat kamang, ali sendiri diberi gelar ali putra manggopoh aceh pidi, berkemungkinan gelar itu diberikan karena keberanian ali persis seperti rakyat aceh yang berani dan tangguh melawan penjajahan belanda.
Perjuangan ali dan bagindo rasyid di kamang sekaligus membangkit-kan semangat perjuangan rakyat manggopoh melawan belanda. Siti manggopoh bersama suaminya, rasyid dan beberapa orang rakyat manggopoh angkat senjata secara terang-terangan perang melawan belanda. Markas belanda di bukit si bunian tingkat tujuh di serang, lima puluh tiga orang pasukan kavileri belanda tewas, sedangkan dua orang pasukan belanda berhasil melarikan diri. Dalam penyerbuan itu, siti manggopoh tertembak di penggungnya sedangkan rasyid bagindo di pangkal pahanya.
Dua orang yang pasukan kavileri belanda yang berhasil melarikan diri itu sampai di lubuk basung dan mengadukan perihal perlawanan yang di lakukan rakyat manggopoh. Ke esokan harinya, belanda mendatangkan sejumlah pasukannya dari bukittinggi dan pariaman untuk memburu rombongan siti manggopoh dan para pejuang yang terlibat perlawanan dengan belanda. Dalam catatan tiga orang jurnalis yaitu, abel tasman, nita indrawati, dan sastri yunizarti bakry yang di ungkapkan dalam buku mereka 'siti manggopoh', di riwayatkan bahwasanya pada tanggal 17 juni 1908, kontro-ler asisten demang memanggil penghulu nagari manggopoh, malin datuak rajo bandaro untuk di sidangkan. Persidangan itu juga di hadiri datuak majo selaku penghulu kepala nagari lubuk basung, datuak rangkayo basa selaku penghulu kepala nagari bawan, datuak magek selaku penghulu kepala nagari koto alam, datuak bandarajo nan celek selaku penghulu kepala nagari tapian kandih, datuak majo indo selaku penghulu kepala nagari limpato, dan datuak majo lelo selaku penghulu kepala nagari tiagan.
Dalam persidangan itu, datuak rajo bandaro yang menjabat sebagai peng-hulu kepala nagari manggopoh di nyatakan memimpin pemberontakan rakyat. Setelah ia di tahan kedudukannya digantikan oleh syarih yang bergelar haji buang. Dalam sidang itu juga di dapati kesepakatan antara enam penghulu kepala nagari untuk bersama-sama pasukan belanda menangkap dan memburu siti manggopoh bersama rombongannya.
Tanggal 18 juni 1908 perburuanpun di mulai dengan menyusuri tiga ja-lur. Jalur pertama melewati padang kalam, muara anak air palangkitangan, taruang-taruang. Jalur kedua menyusuri sago padang mardani, batang masang kiri, gunuang antokan. Jalur ketiga ke rimba kurao, gunung antokan, anak air, simpang tiagan.
Akan tetapi usaha belanda yang di bantu oleh enam penghulu kepala nagari itu hanya sia-sia, mereka tak menemukan persembunyian siti dan suaminya. Be-landa murka, setiap rakyat yang di curigai terlibat di tangkap dan di siksa. mereka mem-bumi hanguskan nagari manggopoh dan sekitarnya. Mendengar kabar itu, siti dan rasyid keluar dari persembunyiannya. Mereka berencana untuk menyerahkan diri karena tak te-ga melihat penderitaan rakyat.
Siti dan rasyid di tangkap di bawan, ketika mereka di borgol, kepala pe- nghulu nagari bawan berusaha mencegahnya. sebagian rakyat bawan menginginkan agar proses penahanan siti dan rasyid di serahkan kepada nagari di balai adat, akan tetapi belanda menolaknya. Siti dan rasyid di bawa ke lubuk basung mengahadapi kontroler belanda.
Siti di tahan di lubuk basung selama 14 bulan bersama anaknya yang ma-sih menyusui, setelah itu di pindahkan ke penjara pariaman. Setelah enam belas bulan di pariaman, siti di pindahkan lagi ke penjara di padang dan di tahan selama 12 bulan di sa-na sebelum akhirnya di bebaskan. Akan tetapi siti tak bahagia dengan kebebasannya, pasalnya rasyid, sang suami yang ia cintai di buang ke menado.
Siti manggopoh:
Perlawanan rakyat atas penolakan kebijakan pemerintah hindia belanda tentang pemungutan pajak secara langsung atau yang di kenal dengan perang belasting itu terjadi di nagari manggopoh, kabupaten agam. Salah seorang pejuang dari nagari itu adalah siti manggopoh, ia adalah satu-satunya pejuang wanita dari sumatera barat yang belum di berikan gelar oleh pemerintahan RI sebagai pahlawan nasional.
Siti di lahirkan di manggopoh pada bulan mei 1880. mak kipap dan sutan tariak sangat menyayangi anak perempuannya ini. Siti adalah anak paling bungsu dan satu-satunya perempuan dari enam orang bersaudara. Lima orang kakak laki-lakinya adalah para pelajar dunia persilatan minang dan taat menjalankan syariat islam. Mereka di didik keras oleh sutan tariak untuk melaksanakan perintah-perintah agama dan men-jauhi segala yang di larang allah. Swt. 'adat bersyandi syara, dan syara bersandikan ki-tabullah' di pegang teguh sebagai pedoman bagi kehidupan keluarga mereka.
Kakak-kakaknya sangat menyayangi siti, mereka selalu membawa siti ke manapun mereka pergi, mengaji ke surau, belajar pasambahan, dan belajar silat, tiga hal itu sangat penting untuk di pelajari oleh orang-orang di minangkabau. Di ranah minang, adalah suatu aib besar atau mempermalukan keluarga apabila tidak bisa mengaji, pasam-bahan dan basilek (silat). Tiga hal itu sedikitnya harus di kuasai kalau ingin hidup tentram dan di hargai di alam minangkabau.
Ketika beranjak dewasa, ia menikah dengan rasyid yang juga seorang guru dunia persilatan minang. Selain seorang guru silat, rasyid juga berjiwa patriotisme yang tinggi. Sudah lama ia menginginkan negerinya merdeka dan lepas dari cengkraman pemerintahan belanda. Semangat itu semakin bergelora ketika siti istrinya juga meme-miliki harapan yang sama. Oleh karena itulah siti tak merasa terikat dengan tugas perem-puan ketika menikah dengan rasyid, sebab mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu memperjuangan kebebasan negerinya dari penjajahan.
Puncak kemarahan siti dan rasyid memuncak ketika belanda menerapkan beberapa kebijakan sistim kebijakan pajak seperti, hoofd belasting (pajak kepala), inkomsten belasting (pajak pemasukan suatu barang/ cukai), hendendisten (pajak rodi), landrente (pajak tanah), wins belasting (pajak kemenangan/keuntungan), meubels belasting (pajak penyembelihan), tabak belasting (pajak tembakau), dan adat huizen belasting (pajak rumah adat) yang di terapkan pada tanggal 21 february 1908 dan mulai di sosialisasikan dan di berlakukan pada tanggal 1 maret tahun itu.
Rasyid dan siti memandang itu adalah suatu penindasan yang dilakukan belanda pada rakyat kecil. Hanya sebagian kecil rakyat manggopoh yang menaati pera-turan itu, di mana-mana terjadi perlawanan yang berujung pada pertumpahan darah. Rakyat yang tak mau membayar pajak akan di tangkap, pabila melakukan perlawanan maka belanda tak segan-segan membunuhnya.
Melihat kekejaman pasukan belanda, siti dan rasyid mendatangi mak
luma, beliau adalah seorang ninik mamak nagari manggopoh, kemudian menemui haji abdul gafar (rajo sipatokan) dan haji abdul manan, seorang ulama besar yang banyak pengikutnya. Tujuan siti dan rasyid menemui tiga orang penting itu adalah untuk meminta pendapat dan izin perlawanan yang akan di lancarkan kepada belanda.
Perang di restui, segala sesuatu untuk keperluan perang gerilya segera di-persiapkan. Siti membentuk rombongan 17 orang yang punya tekad kuat untuk maju melawan pasukan belanda. Tempat pertemuan mereka di langsungkan di sebuah surau yang bernama surau kampung parit, sekarang surau ini bernama surau pahlawan. Pada pertemuan itu di hadiri oleh pak cik tuanku padang, majo ali, dullah sutan marajo, rahman sidi rajo, tabuh mangkuto sutan, dukap marah sulaiman, muhammad bagindo sutan, tabad sutan saidi, kalik bagindo marah, unik, sain sidi malin, kana, dullah pakiah, nak abas bagindo bandaro, sumun sidi marah, serta siti dan suaminya rasyid bagindo magek. Di surau itulah sisat dan rencana perang di atur oleh siti dan rasyid beserta rombongan tujuh belas.
Pada tanggal 15 juni 1910 di kamang terjadi pergolakkan antara rakyat
dan belanda yang di namakan perang basosoh, pada saat itu majo ali dan rasyid bagindo magek ikut berjuang bersama rakyat kamang. Ke esokan harinya mereka berdua kemba-li ke manggopoh dan menyerukan kepada rombongan tujuh belas untuk memulai perpe-rangan yang telah di rencanakan.
Jam satu malam penyerangan di mulai ke markas belanda di bukit si bu-nian puncak tujuh, Rasyid dan siti memimpin langsung pergerakan itu. Dalam penye-rangan itu banyak korban yang berjatuhan baik dari pihak belanda maupun pada rombo-ngan tujuh belas. Namun pada akhirnya siti dan rasyid berhasil menghabisi pasukan-pasukan belanda di benteng itu. Setelah di nyatakan aman dan tak ada lagi pasukan belanda yang tersisa, siti dan rasyid bagindo magek beserta rombongannya segera meninggalkan tempat itu. Akan tetapi mereka di kejutkan oleh suara tembakan, siti tertembak di punggungnya sedangkan rasyid terkena di bagian paha atasnya. Rombongan itu kocar-kacir dan terpisah-pisah menyelamatkan diri masing-masing. Ternyata dari 55 orang pasukan belanda yang ada di benteng itu, hanya 53 orang yang di habisi rombongan siti, dua orang lainnya berhasil menyelamatkan diri dan kabur ke lubuk basung setelah menembaki siti dan rasyid.
Pak cik tuanku padang yang pada saat kejadian itu tengah berada di kota padang langsung ke manggopoh ketika mendengar kabar pemberontakan rakyat. Sesampainya di manggopoh ia segera menemui nak abas, kana dan unik. Mereka berempat segera bertempur melawan belanda yang baru di datangkan dari pariaman dan bukit-tinggi. Pukul delapan malam, empat orang itu tewas tertembak di gerbang benteng belanda. Beberapa hari kemudian, tesiar kabar ali dan dullah juga tertangkap dan lang-sung ditembak belanda di sebuah pondokan sawah yang mereka jadikan sebagai tempat persembunyian mereka. Sedangkan siti dan rasyid bagindo magek tak terdengar lagi kabar beritanya, sehingga belanda naik pitam dan membumi hanguskan nagari manggo-poh.
Di manakah siti dan rasyid bersembunyi?, ketika memperingati hari kartini di kota padang pada tahun 1963, panitia mengundang siti yang ketika itu sudah berusia 78 tahun. Meskipun sudah rabun, akan tetapi ia belum pikun sama sekali. Ia men ceritakan secara detil tentang perjuangannya.
Siti menguraikan tentang pelariannya. “dalam keadaan terluka saya pulang kerumah orang tua. Kedua anak , saya titipkan di sana. Dalima yang masih bayi langsung saya susui. Si yaman anak laki-laki saya langsung merebahkan kepalanya di paha saya, dia minta di belai. Tak lama kemudian datanglah seorang nelayan yang bernama saibun. Ia mengaku telah di suruh rasyid menjemput saya. Akhirnya saya ikut nelayan itu naik perahu ketempat di mana rasyid telah menunggu, dalima saya bawa serta.” kenangnya.
“Setelah kami bertemu, kami memutuskan untuk berjalan kemanapun tampa tujuan, yang penting aman dari sergapan belanda yang memburu kami. Dalam perjalanan kami bertemu dengan seorang peladang tua yang sangat baik. Ia memberikan tumpangan untuk sembunyi, dia juga memberi makan dan minum, dan bersedia me-ngobati luka-luka kami. Dari bapak tua itu lah kami mendapat kabar bahwa kami berdua adalah orang yang paling di cari belanda, karna tidak juga menemukannya belanda mur-ka dan membumi hanguskan manggopoh. Rakyat yang di curigai di tangkap, di siksa dan di bunuh. Mendengar hal itu, kami tak tega membayangkan penderitaan rakyat. Akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari persembunyian untuk menyerahkan diri agar rakyat yang tak bedosa tak lagi jadi sasaran kekejaman belanda.” ucap siti.
“setelah 17 hari persembunyian, akhirnya saya dan rasyid keluar. Ka-mi berjalan-jalan di nagari bawan, dalima saya gendong. Entah kenapa hari itu le-ngang. Orang-orang kampung yang kami temui ketakutan, mereka langsung menutup pintu saat kami lewat...” kata siti pelan. “ di saat orang kampung bersembunyi di dalam rumahnya, hanya ada satu orang pemuda yang sangat berani menghampiri kami, 'masih ingat kami pak rasyid? Saya djumis, murid mangaji dan basilek anda. Ayo sing-gah kerumah..', kata pemuda itu, saat itu saya bertanya 'kenapa orang-orang kampung ketakutan saat kami lewat?, kenapa hanya kau yang berani?', dia menjawab sembari tersenyum, 'kena-pa saya mesti takut? Bagindo rasyid kan guru saya, saya justru bang-ga rumah ini di singgahi oleh orang pemberani pembantai kafir belanda.' kata pemuda itu”.
Setelah terdiam sejenak, mandeh siti kembali bercerita. “kami mence-ritakan kepada djumis perihal penyerahan diri kami. Meskipun sebelumnya ia menolak, tapi akhirnya ia mau juga berangkat menemui wali nagari bawan agar menghubungi be-landa. Tak lama kemudian beberapa orang pasukan belanda datang kerumah djumis dan menangkap kami. Jam dua belas siang kami di bawa ke lubuk basung dengan pengawal berjumlah besar menghadapi kontroler. Di sana sudah menunggu para pemu-ka adat termasuk di situ kedua orang tua saya. Si kontroler menatap saya, 'perempuan cantik ini rupanya yang memimpin perang? Kenapa kau tak mengurus anak saja?' ujar kontroler itu ketus, saya hanya diam.
'' benar kau yang memimpin perang belasting di manggopoh?” tanya kontroler.
'' iya !” saya menjawab tegas
'' apa kamu menyesal?”
'' ya, sangat menyesal karna hanya 53 tentara di dalam benteng itu yang kami habisi, sehingga dua orang tentara bisa lolos dan mengadu pada kalian.” jawab saya geram.
'' apa kau tak takut di hukum gantung?”
'' tidak!”
'' benar kau kena tembak?”
'' ya.”
'' di bagian mana?”
'' dipunggung.” jawab saya.
'' coba, saya mau lihat..” dua orang meneer mendekat dan hendak membuka baju saya, saya terkejut dan meludahi wajah keduanya sembari mengeluar-kan sumpah serapah.
Akhirnya saya di jatuhi hukuman penjara 14 bulan di lubuk basung, di pariaman selama 16 bulan, dan di padang 12 bulan. Akan tetapi hukuman yang paling berat bagi saya adalah ketika harus dipisahkan dengan suami, saya pernah meminta pada belanda agar sama-sama di buang di manado, permintaan saya di tolak belanda.'' kata mandeh siti dengan mata yang berkaca-kaca mengakhiri ceritanya
Dari catatan yang ada, meski seorang wanita yang pemberani melawan penjajahan belanda, akan tetapi siti pernah mengalami konflik dalam batinnya ketika akan menyerbu benteng belanda di bukit sibunian puncak tujuh. Pertentangan itu muncul ketika rasa ke ibuannya terhadap anak yang di tinggalkannya di rumah orang tuanya ma-sih belum lepas susu ibu. Di satu sisi ia merasakan perjuangannya ini adalah suatu pang-gilan jiwanya untuk melepaskan rakyat dari kezaliman belanda.
Setelah ia dapat meloloskan diri dari benteng belanda, dalam ke adaan terluka ia langsung kerumah orang tuanya, dalam pikirannya adalah untuk menyusui da-lima, anaknya yang paling kecil yang kemudian ia bawa ke persembunyian bersama suaminya selama tujuh belas hari. Bahkan kedalam penjarapun dalima tak pernah ia ti-tipkan pada orang lain.
Dua tahun setelah ia menceritakan riwayat perjuangannya di depan pa-ra wartawan dan jurnalis serta yang hadir pada peringatan hari kartini di padang itu, pada tanggal 20 agustus 1965 mandeh siti maggopoh meninggal dunia di kampung gasan gadang yang sekarang wilayah itu berada di kabupaten padang pariaman.
Namanya memang tak seharum R.A kartini atau cut nyak dien yang di akui pemerintah sebagai pahlawan nasional, akan tetapi sumbangan berupa perjua-ngan yang ia lakukan bersama suaminya dalam mengusir penjajahan belanda juga tak bi-sa di lupakan begitu saja oleh generasi yang akan datang. Bak kata orang-orang bijak, Menghargai jasa-jasa pahlawan yang terdahulu adalah salah suatu bukti kita mencintai tanah air yang kita tempati.
perkembangan islam di minangkabau
pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20;
pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20;
Diawal abad ke 20, pemberontakkan terhadap belanda di sumatera barat lebih mengedepankan pendidikan bernuansa islam ketimbang angkat senjata. Orang-orang belanda yang semula di anggap mitra bisnis, ternyata tak lebih dari bangsa penjajah yang ingin berkuasa di atas penderitaan rakyat. Harapan untuk bebaspun bersemayam dalam tekad anak-anak negeri yang tak merelakan tanah kelahirannya dirampas kekuasaan kolonialisme.
Seiring dengan semakin banyaknya para pemuda-pemudi yang terdidik, maka banyaklah bermunculan gerakkan-gerakan organisasi yang bertujuan untuk mele- paskan rakyat dari penjara kolonialisme. Di awal abad itu juga, sumatera barat diwarnai gerakan-gerakan islam modernis atau yang dikenal sebagai kaum muda.
Di samping itu, lahirlah beberapa ulama besar di sumatera barat yang punya peranan penting tak hanya di tanah air tapi juga juga di mancanegara, terutama di jazirah arab dan di aceh. Salah Seorang ulama yang terkenal di nusantara pada waktu itu adalah syech ahmad khatib al minangkabawi. Beliau dilahirkan di koto gadang, IV koto, agam, sumatera barat, pada hari senin 6 dzulhijah 1726 H (1860 M). beliau wafat dimakkah 8 jumaidil awal 1334 H (1916 M). Beliau adalah salah seorang ulama besar indonesia yang pernah menjadi imam, khatib, dan guru besar di masjidil haram sekaligus mufti mazhab sya fi'i di makkah, saudi arabia. Disana juga ia menjadi guru para ulama indonesia.
Diantara para ulama tanah air yang pernah belajar dengannya di makah adalah, abdul karim amrullah atau yang di kenal sebagai haji rasul (yang kelak putranya juga menjadi seorang ulama yang terkenal di tanah air dan asia, yaitu buya hamka.), syech muhammad jamil jambek, bukittinggi. Syech sulaiman ar-rasul,candung bukittinggi. syech muhammad jamil, jaho, padang panjang. KH.haji hasyim asya'ri dan KH.ahmad dhalan, (dua orang ulama yang di sebutkan terakhir ini masing-masing mendirikan organisasi islam terbesar di tanah air yaitu nadhatul ulama dan muhammadiyah). masih banyak lagi para ulama besar tanah air lainnya yang pernah belajar pada beliau di kota mekah.
Syekh ahmad khatib al-minang kabawi semasa hidupnya menulis 49 buku-buku yang membahas tentang masalah keagamaan dan kemasyarakatannya yang semua karyanya dikenal tak hanya di mekkah, tapi juga di syiria, turki, dan mesir. juga di tanah kelahirannya sendiri, sumatera barat. Beliau terkenal sebagai ulama reformis, salah satu kritiknya dalam kitab “irsyadul hajara fi raddhi 'alan nashara” adalah tentang penolakan terhadap trinitas keyakinan ummat kristen yang dipandangnya seba-gai konsep tuhan yang ambigu.
Dalam perkembangan islam di sumatera barat pada awal abad ke 20 itu ju-ga tak lepas dari jasa-jasa syekh ahmad khatib al-minangkabawi. Karana bimbing- annyalah lahir para ulama dan cendikiawan muslim ranah minang yang membawa meto- de pembaharuan pendidikan islam ke sumatera barat, hingga kelak berdirinya sekolah pendidikan islam modren, yang bernama sumatera thawalib.
Salah seorang muridnya, pelopor pembaharuan islam dari sumatera barat adalah syekh muhammad jamil jambek, yang selain ulama besar juga dikenal juga se-bagai ahli ilmu falak terkemuka. Syekh muhammad jamil jambek dilahirkan dari keluar-ga bangsawan, ia juga keturunan penghulu, ayahnya bernama saleh datuk maleka, se-orang kepala nagari kurai. Sedangkan ibunya berdarah sunda.
Syekh muhammad jamil jambek dibawa kemekah oleh ayahnya ketika ia berumur 22 tahun untuk menimba ilmu, setelah tamat sekolah dasar belanda. Di sanalah ia di ajar oleh ulama besar asal minangkabau, syekh ahmad khatib al minangkabawi. ko-non semulanya ia tertarik dengan ilmu sihir, kemudian di insyafkan oleh gurunya. Pela-jaran yang secara intensif tentang agama adalah ilmu tarekat, dan memasuki suluk di jabal abu qais.
Syekh muhammad jamil jambek menjadi seorang ahli tarekat naqsabandy, dan memperoleh ijazah dari tarekat naqsabandiyyah-khalidiyah. Namun ia lebih di ke-nala sebagai ahli ilmu falak, yang dapat pengakuan luas di tanah suci mekkah. banyak para penuntut ilmu dari minangkabau yang belajar padanya tentang keahliannya itu, se-perti ibrahim musa parabek (pendiri sumatera thawalib cabang parabek) dan syekh abas abdullah (bersama haji rasul mendirikan sumatera thawalib padang pan-jang).
Beliau kembali ketanah air di tahun 1903. di minangkabau ia di hormati se-bagai guru besar tarekat, karna banyak anak-anak muridnya yang menjadi guru tarekat. Dua buah surau di dirikannya untuk mengajar para muridnya, diantaranya surau tangah sawah dan surau kamang. Kedua surau ini dinamakan surau inyiak jambek yang masih ada sampai sekarang. Menurut catatan sejarah islam di minangkabau, beliaulah yang pertama kali memperkenalkan tabhlig di muka umum. Pembacaan rawi atau puji-pujian disurau yang disebut orang minang 'badikia' yang biasanya diadakan ketika peringatan maulid nabi muhammad saw, di ganti dengan dakwah-dakwah islam oleh pelopor pem-baruan islam sumatera barat ini.
Seiring perjalanan waktu, pandangannya berobah tentang tarekat. Ia tak lagi tertarik dengan tarekat yang kemudian ditentang oleh para ulama-ulama tradisional pada masa itu. Pada awal tahun 1905, diadakanlah pertemuan para ulama untuk membahas ke absahan tarekat di bukit surungan, padang panjang. Beliau berhadapan dengan syekh bayang dan haji abbas yang membela tarekat.
Kritiknya terhadap tarekat juga ia tuangkan dalam buku yang di tulisnya ber-judul 'penerangan tentang asal usul thariqatu al-naksyabandiyyah dan segala yang berhubungan dengannya'. Buku ini terdiri atas dua jilid. Salah satu penjelasannya da-lam buku ini adalah,: 'tarekat naksyabandiyyah diciptakan oleh orang-orang dari persia dan india', beliau juga menyebutkan,'orang-orang dari kedua negeri ini penuh tahyul dan khurafat yang semakin lama semakin jauh dari ajaran islam'.
Tahun 1929, syekh muhammad jamil jambek mendirikan organisasi yang bernama 'persatuan kebangsaan minangkabau.' dengan tujuan untuk memelihara, menghargai dan mencintai adat istiadat setempat, di samping itu juga untuk memelihara dan mengusahakan islam tetap sejalan adat minangkabau. Kelak dizaman pendudukan jepang beliau mendirikan majelis islam tinggi (MIT) yang berpusat di bukittinggi.
Syekh muhammad jamil jambek juga salah sorang tokoh pembaruan pendi-dikan islam diranah minang. Beliaulah yang pertamakali mengajarkan tentang metode pendidikan islam memakai alat bantu tulis untuk para muridnya.
Sistim pendidikan islam di surau telah menjadi budaya turun-temurun dari
zaman syekh burhanudin masih hidup. Walaupun pada awal abad ke 20 itu sudah terjadi pembaharuan dalam pendidikan islam yang di sebut sekolah madrasah, akan tetapi ba-nyak para ulama lama yang tak sepaham dan menolak metode ajaran baru itu, karna di anggap meniru metode pendidikan belanda.
Akan tetapi ada juga surau yang menerima dan mempraktekan cara penga-jaran madrasah. Selain surau syekh muhammad jamil jambek, Surau jembatan besi di padang panjang adalah surau pertama yang mempratekkan metode pengajaran itu se-cara luas. Surau ini di bangun oleh dua ulama terkenal sumatera barat, yaitu abdullah ahmad dan abdul karim amrullah (haji rasul, ayah buya hamka) pada tahun 1914. se-telah abdullah ahmad pindah kepadang, abdul karim amrullah menggantikannya seba- gai pimpinan surau jembatan besi yang kemudian membawa perubahan dan pembaharu- an Pada tahun 1915, atas inisiatif haji habib didirikan koperasi pelajar, dan pada tahun 1916, diperluas oleh haji hasyim dengan didirikannya sebuah koperasi pada surau jembatan besi.
Pada tahun 1918, zainudin labai al-yunusi yang juga pendiri sekolah dini-yah, bersama jalaluddin thaid dan inyiak mandua basa merobah nama kopera-si pelajar jembatan besi dengan nama 'sumatera thawalib', yang diilhami oleh organisasi jong sumateranen bond yang ketika itu sudah berdiri cabangnya di bukittinggi dan padang. Di tahun itu juga haji rasul memperkenalkan sistim kelas dan mempergunakan sistim sekolah, dengan memasukan mata pelajaran umum di samping pelajaran agama islam yang di utamakan. Surau jembatan besi pun berubah menjadi sumatera thawalib.
Metode pendidikan islam sumatera thawalib juga diiuti oleh beberapa buah su-rau lainnya, diantaranya adalah surau parabek yang didirikan oleh ibrahim mu sa. Pada tanggal 15 january 1919, diadakanlah pertemuan antara pelajar sumatera thawalib de-ngan pelajar surau parabek di surau muhammad jamil jambek, bukittinggi. Hasil dari pertemuan itu terbentuklah persatuan antara kedua pelajar yang dinamakan sumatra tha-walib yang bertujuan untuk mengembangkan dan memperdalam agama islam. Kemu-dian di tahun 1921, surau parabek dirubah namanya menjadi sumatra thawalib parabek.
Cabang-cabang Sumatra thawalib semakin bertambah di berbagai kota yang ada di sumatera barat. Pada tanggal 22 januari 1922, sumatera thawalib padang panjang mengundang para wakil seluruh sekolah sumatra thawalib. Dalam pertemuan itu, di ha-silkan sebuah keputusan untuk membentuk persatuan seluruh pelajar sumatera thawalib dibawah satu dewan pusatnya di padang panjang dengan cabangnya yang ada di berba-gai daerah.
Masuknya paham komonisme:
Selain sumatra thawalib, sekolah diniyah yang didirikan zainuddin labai al yunusiah juga berkembang pesat di sumatera barat pada masa itu, yang hingga di kemu-dian hari, di kedua perguruan ini berkembang suatu gagasan radikal seiring lahirnya par-tai-partai politik di tanah air.
Pada darsa warsa 1920 an, muncul sebuah gagasan baru yang secara perla-han-lahan mulai berkembang, menarik hati para murid sumatera thawalib dan sekolah diniyah yaitu paham komonisme. Di padang panjang partai ini di bawa oleh djamalud-din tamin dan H.datuk batuah. Haji rasul yang pada saat itu menjadi guru besar suma-tera thawalib sangat menentang gagasan baru ini, Tapi sayang, paham ini sudah mempe-ngaruhi sebagian kecil murid-murid sumatera thawalib yang dari hari-kehari jumlahnya kian bertambah banyak.
Komonisme yang pada dasarnya agak berlawanan dengan konsep-konsep agama islam, namun dengan politik pendekatan secara sosial ditengah-tengah masyara-kat pada akhirnya berkembang serta mampu menarik simpati hati nurani rakyat, para pe-muda dan pelajar sumatera thawalib. meskipun para ulama dan pengajar telah menyata-kan kalau idealisme komonis tak bisa sejalan dengan nilai-nilai ajaran islam dalam artian yang sebenarnya, Akan tetapi teramat sulit untuk menyaring pengaruh partai radikal itu, dikarenakan ramainya promosi dan pernyataan para pemimpin komonis, bahwa idealis-me merah cocok dan ajaran islam dan istiadat minangkabau.
Para ulama dan pemimpin adat yang berhaluan putih kewalahan meng- antisipasi ini, seperti memisahkan minyak di atas air, meskipun nampak jelas, setiap di - saring air kan turut serta. Seperti itulah apabila sebuah gagasan dan pemahaman telah ter tanam, barakar dan tumbuh subur dalam jiwa masyarakat.
Dengan pendekatan yang sempurna, djamaluddin tamin berhasil menge- mbangkan idealismenya di sumatera barat. Ia sudah bergabung dengan partai komonis indonesia semenjak tahun 1922. sementara itu datuak batuah yang baru kembali dari perjalanannya ke pulau jawa dan aceh ditahun 1923, mengkampanyekan partai ini di su-matera barat. Bersama djamaluddin tamin, ia menyebarkan pandangan ini dalam koran 'pemandangan islam.' datuk batuah mula-mula bergabung dengan komonis di aceh keti-ka bertemu dengan Natar zainuddin dan Haji misbach. Ia terkesan dengan pendapat Haji misbach yang mengatakan komonis sesuai dengan agama islam. Natar zainuddin sekembalinya dari aceh menerbitkan sendiri korannya yang bernama djago-djago. Dikoran ini ia menyebarkan paham komonis. Di akhir tahun itu juga, djamaluddin ta-min, Natar zainuddin dan datuk batuah ditangkap belanda.
Namun paham komonisme sudah terlanjur berkembang ditengah-tengah
umat islam sumatera barat. meskipun tiga orang tokoh utamanya di sumbar telah ditang- kap belanda, akan tetapi idealisme ini tak lenyap, malahan kian marak. Setahun setelah ditangkapnya tiga orang tokohnya, yakni di tahun 1924 dipadang panjang berdiri seko-lah rakyat yang meniru model sekolah tan malaka di semarang, organisasi pemudapun seperti, barisan muda, dan organisasi pemuda sarikat rakyat, menyebar ke seluruh su-matera barat.
Apabila dipadang panjang gerakan komonis berakar dari organisasi pemuda dan pelajar, di kota padang basis PKI berasal dari para saudagar-saudagar besar pribumi.
Sutan said ali adalah salah seorang pendiri PKI cabang padang, sebelumnya ia adalah pengurus sarikat usaha padang. Dibawah pimpinannya, partai komonis indonesia padang berkembang pesat.
Begitu juga di silungkang, pendukung komonis berasal dari kalangan sauda- gar dan buruh tambang. Sulaiman labai, saudagar besar ini telah mendirikan cabang sa-rikat islam di silungkang, sawah lunto pada tahun 1915. kemudian ditahun 1924, cabang ini di robah namanya menjadi sarikat rakyat. Selain itu, berdiri juga cabang organisasi pemuda komonis, IPO.
Gerakan PKI di sumatera barat terhenti Pada tahun 1927, ketika gerakan ko-monis silungkang mengadakan pemberontakan, pemberontakan itu dipadamkan belanda dengan menangkap semua aktivisnya, baik yang terlibat pemberontakan maupun yang tidak, Banyak di antaranya di buang ke digul.
Dikarenakan luasnya pengaruh-pengaruh komonis yang terlanjur menyebar ini di antara pelajar sekolah agama modren, ditahun 1930 para ulama-ulama tradisional mengadakan pertemuan, dari hasil pertemuan itu maka didirikanlah persatuan tarbiyah islamiyah untuk mewadahi sekolah islam tradisional. Sementara itu, sumatera thawalib yang mulanya hanyalah bergerak di bidang pendidikan islam dan umum, kemudian ikut berpolitik, akibatnya sekolah ini di tutup belanda.
lahirnya partai-partai islam di sumatera barat:
Tahun 1925 haji abdul karim amrullah (ayah buya hamka), atau yang dikenal dengan nama haji rasul, melawat kepulau jawa dan bertemu dengan KH.ahmad dahlan, pendiri organisasi muhammadiyah. Mereka berdua sebelumnya juga pernah bertemu di kota mekkah ketika masih sama-sama menimba ilmu pada syekh ahmad khatib al minang kabawi seorang ulama besar di tanah suci yang berasal dari minangka-bau.
Sekembalinya dari pulau jawa, haji rasul yang juga pendiri sumatera tha-walib ini, turut mendirikan cabang muhammadiyah pertama di sumatera barat. Mula-mula organisasi ini berdiri di sungai batang, dan kemudian di padang panjang. Organi-sasi ini dengan cepat menjalar keseluruh sumatera barat.
Pada masa itu, diberlakukan ordonansi guru oleh pemerintahan belanda, yang mana setiap guru agama diwajibkan melapor kepemerintah sebelum mengajar. Organisasi muhammadiyah sangat menentang pemberlakuan itu, karna di anggap meng- ancam kebebasan menyiarkan agama. Tanggal 18 agustus 1928, di adakanlah rapat um- um yang isinya penolakan terhadap peraturan tersebut dan meminta pemerintahan be-landa mencabutnya.
Meskipun terlibat dalam penolakan, akan tetapi muhammadiyah menghin- dari kegiatan politik seperti organisasi komonis yang terlihat lebih radikal. Setelah pe-numpasan gerakan komonis pertama di tahun 1927, banyak anggota-anggota serikat rakyat yang berhaluan komonis berpaling dan mencari perlindungan pada muhammadi-yah. Akan tetapi, bekas-bekas anggota yang berhaluan radikal dan lebih suka berpolitik ini pada akhirnya banyak yang kurang puas dan akhirnya aktif di persatuan sumatera tha walib, dan kemudian di tahun 1930 menjadi partai politik bernama 'persatuan muslim indonesia' (PERMI). Partai ini dengan cepat menjadi partai terkuat di sumatera barat, dan menyebar ke aceh, tapanuli, riau, jambi, dan bengkulu, Partai ini menjadi wadah utama paham islam modernis. Para tokoh PERMI yang terkenal antara lain Rasuna said, iljas jacub, muchtar lufti, dan djalaluddin thaib.
Selain PERMI, partai yang sangat anti penjajahan yang berkembang di su-matera barat adalah PSII cabang sumatera barat. Namun partai ini beda dengan PERMI yang berasal dari perguruan agama islam, tapi PSII umumnya berasal dari pemimpin adat. Pada pertengahan tahun 1933, pemerintah hindia belanda mengeluarkan larangan berkumpul, sasaran utamanya di sumatera barat adalah kedua partai besar itu. Tokoh PERMI, Rasuna said ditangkap belanda dan dibuang ke jawa. Sementara tokoh-tokoh permi dan PSII lainnya banyak yang di asingkan ke digul. PERMI akhirnya bubar pada 18 oktober 1937.
Begitulah catatan panjang perkembangan islam di tengah semangat perju-angan rakyat di masa penjajahan di sumatera barat, semenjak kedatangannya hingga me-warnai partai-partai politik di masa penjajahan belanda. dari masa kemasa, dalam per-gantian waktu kewaktu. islam akan tetap berkibar di bumi minang kabau, selagi falsafah 'adat bersandikan syara', syara' bersandikan kitabullah' masih dijadikan pedoman hidup masyarakat sumatera barat.
Bumi minangkabau banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama dan pejuang-pejuang terkenal di tanah air dan asia, seperti bung hatta, KH.agus salim, buya hamka, rasuna said, dan tan malaka yang banyak menuai pro dan kontra itu, dan ma-sih banyak lagi tokoh-tokoh sumatera barat yang pernah menyumbangkan pemikiran dan jerih payahnya untuk membebaskan tanah air dari cengkraman kolonialisme belanda.
Untuk dibidang agama islam, sumatera barat di akui di tanah air dan asia se-bagai tanah kelahiran para ulama terkenal. Seperti syekh ahmad khatib al-minang ka-bawi yang menjadi guru besar agama islam di masjiddil harram, mekkah. Beliau juga lah guru dari para ulama-ulama terkenal di tanah air tempo dulu
syech muhammad jamil jambek, seorang ahli ilmu falak dan tarekat yang mana ia sangat di segani di kota mekkah dan para ulama-ulama di tanah air. Begitu juga dengan buya hamka, seorang ulama besar tanah air dan sastrawan islam asal minang ini dikenal tak hanya di indonesia, bahkan di asia.
Sebutan kota padang panjang sebagai kota serambi mekkah tak hanya seke- dar julukkan. Kota ini pernah tercatat dalam sejarah sebagai kota pusat pendidikan islam terkenal di awal abad ke 20. para santrinya datang tak hanya dari berbagai daerah di su-matera barat, akan tetapi juga dari beberapa provinsi di tanah air, bahkan negara tetang-ga seperti malaysia.
Sampai pada saat ini, islam masih berkibar di bumi minangkabau. Dengan falsafah adatnya 'adat bersandi syara', syara bersandikan kitabullah'.
Penawaran cepat:
A.A.navis.
'' alam takambang jadi guru''
1984.
kahin, audrey (23 juli 2005)
'dari pemberontakan ke intergrasi:
sumatera barat dan politik indonesia 1926-1998.
penerbit: yayasan obor indonesia.
'Kenang-kenangan 70 tahun buya hamka.'
Terbitan: yayasan nurul islam
cetakkan kedua 1979.
harian republika,
'syekh muhammad jambek'
edisi 8 agustus 2003.
'makam syekh burhanudin'
www.padangmedia.com
majalah 'sabili' no.13 tahun XVI
januari 2009, special edition.
Hamka
'antara fakta dan khayal.'
TUANKU RAO.
Cetakan pertama, 1974.
penerbit: bulan bintang, jakarta.
G.teitler
'het einde vermeestering van bonjol 1834-1837:
Een bronnenpublicatie'. (terjemahan).
Penerbit: de bataafsche leeuw, amsterdam, 2004.
basyral hamidy harahap.
'greget tuanku rao'
penerbit: komonitas bambu depok,
september 2007.
Mangaraja onggang parlindungan
'tuanku rao'
cetakan kedua, juni 2007.
penerbit: LKIS bantul.
Majalah tempo edisi,15-21 oktober 2007;
'' tor seminar sejarah perang paderi 1803-1838.''
Soedermanta, J.B.
''jejak-jejak pahlawan''
perkat kesatuan dan kesatuan bangsa indonesia,
jakarta 1992.
Arif gunarso S.T.P.
''Ensiklopedia pahlawan nasional,''
penerbit: tanda baca, jakarta, 2007.
Dan dari berbagai sumber keterangan, cerita dan wawancara langsung dengan masyarakat di kota pariaman