- Jatang Sutan Balun bergelar Datuk Perpatih Nan Sabatang (lahir 1152)
- Kalap Dunia bergelar Datuk Suri Maharajo nan Banego-nego (lahir 1154)
- Puti Reno Judah lahir 1157, kemudian dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang ke Lima Kaum untuk keturunan kemenakannya nan menjadi penghulu
- Puti Jamilan lahir 1159, kemudian dibawa Datuk Ketemanggungan ke Sungai Tarab dan ke Bunga Setangkai untuk keturunannya nanti menjadi raja dan penghulu
- Mambang Sutan lahir th 1161, setelah berumur 4 th bergelar Datuk Suri Dirajo menggantikan gelar mamaknya (abang dari Puti Indo Jelito)
3. Asal Usul Kata Minangkabau
Orang-orang
Majapahit tidak ketinggalan mencoba kecerdasan dan kecerdikan
orang-orang dari Gunung Merapi ini. Pada suatu hari mereka membawa
seekor kerbau besar dan panjang tanduknya, kecil sedikit dari gajah. Mereka
ingin mengadakan pertandingan adu kerbau. Ajakan mereka itu diterima
baik oleh kedua datuk yang tersohor kecerdikannya dimana-mana itu, yaitu
Dt. Katumanggungan dan Dt. Parpatih Nan Sabatang. Taruhannya adalah
seperti dulu-dulu juga, yakni kapal pendatang dengan segala isinya, dan
taruhan datuk yang berdua itu ialah kerajaan mereka sendiri. Waktu
tiba saatnya akan mengadu kerbau, setelah kerbau Majapahit dilepaskan
di tengah gelanggang, orang banyak riuh bercampur cemas melihat
bagaimana besarnya kerbau yang tidak ada tandingannya di Pulau Perca
waktu itu. Dalam
keadaan yang menegangkan itu, pihak orang-orang negeri itupun
mengeluarkan kerbaunya pula. Dan alangkah herannya dan kecutnya hati
orang banyak itu melihat mereka mengeluarkan seekor anak kerbau. Anak
kerbau itu sedang erat menyusu, dan orang tidak tahu, bahwa anak kerbau
itu telah bebearapa hari tidak doberi kesempatan mendekati induknya. Ketika
melihat kerbau besar di tengah gelanggang anak kerbau itu berlari-lari
mendapatkannya yang dikria induknya dengan kehausan yang sangat hendak
menyusu. Dimoncongnya terikat sebuah taji atau minang yang sangat tajam.
Ia menyeruduk ke bawah perut kerbau besar itu, dan menyinduk-nyinduk
hendak menyusu. Maka tembuslah perut kerbau Majapahit, lalu lari
kesakitan dan mati kehabisan darah. Orang-orang
Majapahit memprotes mengatakan orang-orang negeri itu curang. Kegaduhan
pun terjadi dan hampir saja terjadi pertumpahan darah. Tetapi dengan
wibawanya Dt. Katumanggungan dan Dt. Parpatih Nan Sabatang membawa
orang-orang itu ke balai persidangan. Disanalah Dt. Parpatih Nan
Sabatang menangkis tuduhan-tuduhan orang-orang Majapahit. Akhirnya
orang-orang Majapahit pemgakui kealpaan mereka tidak mengemukakan
persyaratan-persyaratan antara kedua belah pihak sebelum mengadakan
pertandingan. Sejak
itu tempat mengadu kerbau itu sampai sekarang bernama Negeri
Minangkabau. Dan kemudian hari setelah peristiwa kemenangan mengadu
kerbau dengan Majapahit itu termasyhur kemana-mana, wilayah kekuasaan
orang-orang yang bernenek moyang ke Gunung Merapi dikenal dengan Alam
Minangkabau. Diceritakan pula kemudian rumah-rumah gadang diberi
berginjong seperti tanduk kerbau sebagai lambang kemenangan. (Sumber : Minangkabau Tanah Pusaka – Tambo Minangkabau)
4. Hubungan Minangkabau dengan Negeri Sembilan
Datuk
Perpatih nan Sebatang pada zaman dahulu konon kabarnya sudah pernah
berlayar dan sampai ke Melaka serta singgah di Negeri Sembilan.
Negeri Sembilan sekarang
Negeri
Sembilan termasuk salah satu negara bagian yang menjadi negara Federasi
Malaysia. Sebelah selatannya terletak Gubernemen Melaka sebelah ke
timur dengan negara bagian Jojor, sebelah utara dengan Pahang dan
sebelah barat dengan Selangor. Dalam
tahun 1970 negara bagian yang luasnya 2.580 mil persegi ini mempunyai
penduduk lebih dari setengah juta jiwa dengan penduduk berkebangsaan
Melayu lebih sedikit dari bangsa Cina. Mayoritas di Malaysia terdiri
dari tiga rumpun bangsa : Melayu, Cina dan Keling. Penduduk
bangsa Melayu yang kira-kira seperempat juta itu sebahagian besar masih
mempunyai hubungan dengan daerah asalnya yaitu Minangkabau. Masih
banyak adat istiadat Minangkabau yang masih belum hilang oleh mereka dan
sebagian masih dipergunakan dalam tata cara hidupnya. Malahan beberapa
keterangan dan adat-adat yang di Minangkabau sendiri sudah dilupakan
pada mereka masih tetap segar dan masih dipergunakan. Hubungan sejarah
ini sudah bermula pada pertengahan abad kelima belas. Patun mereka berbunyi : Leguh legah bunyi pedati Pedati orang pergi ke PadangGenta kerbau berbunyi jugaBiar sepiring dapat pagiWalau sepinggan dapat petangPagaruyung teringat juga Negeri
Sembilan sebuah kerajaan tetapi pemerintahannya berdasarkan Konstitusi
yang disana dikatakan Perlembagaan Negeri. Badan Legislatifnya bernama
“Dewan Perhimpunan/Perundingan Negeri yang mempunyai anggota 24 orang.
Anggota-anggota ini dipilih oleh rakyat dalam Pemilihan Umum yang disini
dikatakan : Pilihan raya. Pelaksanaan
pemerintahan dilaksanakan oleh Menteri Besar yang didampingi oleh 8
orang anggotanya yang bernama : “Anggota Majelis Musyawarah Kerajaan
Negeri”. Gelaran raja ialah Duli Yang Mahamulia Yang Dipertuan Besar
Negeri Sembilan. Dalam tahun 1970 itu yang memerintah ialah : Tuanku
Ja’far ibni Almarhum Tuanku Abdul Rahman dan beliau ialah keturunan yang
kesebelas dari Raja Malewar yang berasal dari Minangkabau dan
memerintah antara tahun 1773 – 1795. Pemerintahan
Negeri Sembilan terbagi atas 6 daerah seperti kabupaten di Indonesia,
yaitu: Seremban, Kuala Pilah, Port Dickson, Jelebu, Tampin dan Rembau.
Ibukotanya ialah Seremban. Istana raja terdapat di ibukota Seremban ini
bernama : Istana Seri Menanti. Tetapi arsitekturnya tidak lagi dengan
cara Minang melainkan sudah berkomposisi antara arsitektur Minang dan
Melayu.
Kedatangan bangsa Minangkabau
Sebelum
Negeri Sembilan bernama demikian di Melaka sudah berdiri sebuah
kerajaan yang terkenal dalam sejarah. Dan pelabuhan Melaka menjadi pintu
gerbang untuk menyusup kedaerah pedalaman tanah Semenanjung itu. Maka
sebulum berdiri Negeri Sembilan datanglah rombongan demi rombongan dari
Minangkabau dan tinggal menetap disini.
Rombongan Pertama
Mula-mula
datanglah sebuah rombongan dengan pimpinan seorang datuk yang bergelar
Datuk Raja dengan isterinya Tok Seri. Tetapi kurang jelas dari mana asal
mereka di Minangkabau. Mereka dalam perjalanan ke Negeri Sembilan
singgah di Siak kemudian meneruskan perjalanan menyeberang Selat Melaka
terus ke Johor. Dari Johor mereka pergi ke Naning terus ke Rembau. Dan
akhirnya menetap disebuah tempat yang bernama Londar Naga. Sebab disebut
demikian karena disana ditemui kesan-kesan alur naga. Sekarang tempat
itu bernama Kampung Galau.
Rombongan Kedua
Pimpinan
rombongan ini bergelar Datuk Raja juga dan berasal dari keluarga Datuk
Bandaro Penghulu Alam dari Sungai Tarab. Rombongan ini menetap disebuah
tempat yang kemudian terkenal dengan Kampung Sungai Layang.
Rombongan Ketiga
Rombongan
ketiga ini datang dari Batu Sangkar juga, keluarga Datuk Makudum Sati
di Sumanik. Mereka dua orang bersaudara: Sutan Sumanik dan Johan
Kebesaran. Rombongan ini dalam perjalanannya singgah juga di Siak,
Melaka, dan Rembau. Kemudian membuat sebuah perkampungan yang bernama
Tanjung Alam yang kemudian berganti dengan Gunung Pasir.
(bersambung kebagian: 3)